Basis 22 mengangkat Dinten Bahasa Jawi dalam tajuk rencana yang ditulis oleh Ros Sagitarani S.Pd guru dari SMPN 22 Malang, lebih lengkapnya ada di sini BASIS 22
DINTEN
BASA JAWI ????....
Pernakah kita mendengar istilah English Day ? Tentu jawabnya sudah tidak asing lagi bukan ? Karena program tersebut sudah
disosialisasikan dan dilaksanakan sejak saya duduk dibangku SMP. Harapannya
saat itu adalah agar masyarakat Indonesia yang terdidik tidak asing lagi dengan
bahasa Internasional tersebut. Dan hasilnya luar biasa. Sekian tahun kemudian
Bahasa Inggris menjadi bahasa yang popular di Indonesia.
Namun bagaimana dengan istilah “dinten basa jawi” ? Ironisnya istilah
itu masih asing bahkan bagi orang jawa sendiri. Tujuan dilaksakan program dinten basa jawi adalah
bisa melestarikan bahasa sendiri, ternyata malah menjadi pupus karena masih
banyak yang memandang dengan sebelah mata.
Bahasa Inggris makin populer, Bahasa
Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa nasional, ditambah lagi dengan bahasa
Korea yang mulai menjajah lagu-lagu dan film
Indonesia, maka komplit sudah hal itu menjadikan bahasa Jawa bahasa yang
terabaikan.
Di rumah orang tua sudah membiasakan
bahasa Indonesia, bahkan tak jarang saya mendengar para orang tua menggunakan
bahasa Inggris untuk kalimat perintah maupun larangan pada anaknya. Misalnya
saat balita memetik bunga, Ibunya mengatakan ” no,no!” atau saat anaknya bergerak mondar-mandi terus, lalu Ibu
mengatakan” quit baby, sit down please !”
Dan sang anakpun terbiasa mendengar istilah tersebut sehingga saat si anak
melakukan kesalahan yang tidak sengaja, diapun mengucapkan “ I’m sorry mama”. Atau saat dia melewati
orang dewasa lain maka dia mengatakan “excuse
me…”
Duhai bahasa Jawa…. Dimana
keberadaanmu kini?? Orang tua dari suku Jawa aslipun sudah tidak lagi
mengajarkan bahasa leluhurnya.Tidak juga mengajarkan istilah nyuwun sewu,
ngapunten, matur suwun, sugeng enjang, dan lain-lain. Kata-kata santun itu kini
diubah menjadi “excuse me, I’m sorry, thank you, good morning, dan lain-lain.
Ketika saya belanja di pasar
tradisional, saya memperhatikan orang muda menawar belanjaannya menggunakan
bahasa Indonesia dengan dialek Jawa. Hal tersebut tidak salah.Namun itu juga
menyiratkan bahwa orang muda tersebut adalah orang Jawa yang sudah tidak bisa
lagi berbahasa Jawa, atau takut salah menggunakan bahasa Jawa.
Benarlah kekhawatiran leluhur kita dulu bahwa suatu
saat nanti wong Jawa wis gak njawani,
artinya orang Jawa sudah tidak tahu budaya Jawa yang luhur..
Kapan lagi kita membiarkan bahasa Jawa terus-terusan
terkikis oleh bahasa asing keberadaannya? Jika kita mau menghentikan kondisi
ini maka program dinten basa jawi
adalah solusinya. Ditetapkannya satu hari pada setiap minggunya menggunakan
bahasa Jawa di sekolah (wilayah jawa).
Saya bangga saat siswa saya bisa menggunakan basa krama
untuk ijin ke belakang.Saya juga tersenyum saat siswa menyapa saya sugeng
enjing bu…walau itu pada jam ke delapan atau jam terakhir pelajaran.Walau salah
dan perlu diluruskan, yang penting mereka sudah mau mempraktekkan bahasa
leluhurnya.Sedikit demi sedikit lama-lama akan menjadi lurus dan benar.
Seharusnya seperti itulah cara melestarikan budaya nasional.
Jangan sampai Bahasa Jawa itu diakui oleh negeri
Belanda yang notabene masyarakatnya memang tertarik mempelajari budaya
jawa.Buktinya di negeri tersebut sudah dibuka pendidikan jurusan Bahasa Jawa.
Kalau kita tidak berusaha melestarikannya, sekian puluh tahun yang akan datang
Bahasa Jawa hanyalah sejarah budaya yang pernah dimiliki bangsa kita.Oh itukah
nasib dan riwayatmu Bahasa Jawa? Para
generasi akan mengatakan GOOD BYE BAHASA
JAWA….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar