Kamis, 10 April 2025

Renungan: Doa dalam Diam



Ada cinta yang tak mampu terucap,
bukan karena tak cukup besar,
tetapi karena terlalu dalam untuk dijelaskan dengan kata-kata.
Cinta yang hanya bisa hidup di sunyi,
tumbuh dalam doa-doa yang tak bersuara,
dipanjatkan di sela malam saat dunia lelap,
dan hanya Tuhan yang tahu isi hati yang tak sempat terbuka.

Aku mencintaimu dalam diam,
bukan karena takut atau ragu,
tetapi karena aku tahu, mencintaimu seperti ini jauh lebih tulus—
lebih jernih, tanpa beban untuk dimiliki, tanpa harap untuk dimengerti.

Setiap rindu yang datang tak kuadukan pada siapa pun,
tak kuteriakkan ke langit,
melainkan kuhantarkan perlahan melalui doa.
Kupinta pada Tuhan agar kau selalu sehat,
agar langkahmu tenang,
agar hatimu damai,
meski aku bukan alasan dari semua itu.

Aku ingin kau bahagia,
meski bukan denganku.
Aku ingin kau dicintai,
meski bukan olehku.
Dan walau tak pernah kau tahu,
aku tetap akan mencintaimu seperti angin mencintai daun:
menyentuh tanpa harus menggenggam.

Doaku adalah caraku memelukmu tanpa menyakitimu,
menyapamu tanpa mengganggu duniamu,
menemanimu tanpa membuatmu merasa terbebani.
Di balik setiap senyummu yang kulihat dari kejauhan,
ada ribuan harap yang tak pernah sampai ke telingamu,
tapi Tuhan tahu, betapa aku ingin kau baik-baik saja.

Kadang aku bertanya dalam hati,
mengapa Tuhan pertemukan aku denganmu,
jika pada akhirnya hanya diam yang jadi rumah bagi rasa ini?
Tapi mungkin, bukan untuk memiliki,
melainkan agar aku belajar mencintai dengan cara yang paling lembut—
melalui doa.

Dan bila kelak kau bahagia,
dalam hidup yang tak melibatkanku,
izinkan aku tetap menitipkan namamu dalam sujudku.
Bukan untuk kembali,
bukan untuk dimiliki,
tapi sebagai tanda bahwa pernah ada cinta yang tak pernah meminta,
hanya mendoakan,
selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar