Dia berkata padaku, cinta ini nyata,
Sembunyi di balik senja yang memerah luka.
Katanya, dia pergi untuk udara,
Tapi langkahnya berbisik dusta pada cinta yang ada.
Di mataku, janji-janji tumbuh seperti mawar,
Namun durinya tajam, melukai tiap harap yang mekar.
"Percayalah," katanya dengan suara yang gemetar,
Sementara bayangannya masih terikat di rumahnya yang pudar.
Aku memintanya memilih, tapi ia hanya tersenyum samar,
Menipuku, seperti ia menipunya—hati jadi lebur dan gentar.
Kini aku tahu, cinta yang berdiri di atas dua kaki goyah,
Takkan pernah tegak; hanya menanti roboh dalam resah.
Jangan mengingau, sayang, mimpi ini hanya fatamorgana,
Biarkan angin membawa cerita yang penuh noda.
Kau harap dia serius? Ah, bukankah kau tahu jawabnya?
Cinta yang terbelah hanya serpihan, bukan mahkota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar