Fandi berjalan dengan langkah yang berat. Di setiap tarikan napasnya, ada rasa bimbang yang semakin menggerogoti hatinya. Malam itu, langit tampak sepi, seperti menggambarkan suasana batinnya. Bintang-bintang yang biasanya bersinar cerah, malam ini tampak redup, seolah mereka pun ikut merasakan kegelisahannya. Di antara dua gadis yang ia kenal, Fandi harus menentukan di mana hatinya akan berlabuh.
Di satu sisi, ada Rina. Rina yang telah menjadi bagian hidupnya sejak kecil. Gadis manis dengan tawa ceria yang selalu setia berada di sisinya, menemani setiap langkah yang mereka tempuh bersama. Rina adalah sosok yang membuatnya merasa nyaman, aman, dan bahagia. Namun, selama ini, Fandi tak pernah melihat Rina sebagai seseorang yang lebih dari adik yang selalu ia jaga. Fandi tahu, rasa sayang itu ada, tapi bukanlah cinta seperti yang Rina harapkan.
Di sisi lain, ada Fani. Fani adalah gadis yang berbeda—berani, penuh semangat, dan telah mengisi hatinya dengan cara yang tak pernah Fandi duga sebelumnya. Bersama Fani, Fandi merasakan getaran yang baru. Ada perasaan yang tumbuh seiring kebersamaan mereka di band sekolah. Fani bukan hanya temannya dalam bermusik, tetapi juga menjadi pusat dari perhatiannya akhir-akhir ini. Senyuman Fani telah membawa ketenangan, dan kehadirannya mengisi kekosongan yang dulu tak pernah Fandi sadari.
Fandi duduk di tepi tempat tidurnya, merenung dalam kesunyian. Ia mengingat saat-saat kebersamaannya dengan Rina, setiap tawa yang mereka bagi, setiap momen kecil yang membuat mereka saling terikat. Tapi kini, semua itu terasa berubah. Ketika Rina mengungkapkan perasaannya, Fandi tahu ia tidak bisa merespons dengan perasaan yang sama. Ia menyayangi Rina, tapi rasa itu tak pernah menjadi cinta seperti yang Rina inginkan.
Hari-hari berikutnya, Fandi mencoba menghindari pertemuan dengan Rina. Pesan-pesannya ia balas dengan singkat, seringkali tanpa makna. Fandi tahu, keputusannya akan menyakiti hati Rina, tetapi ia tak bisa memaksa perasaannya. Di balik rasa bersalahnya, Fandi pun harus menghadapi kenyataan bahwa hatinya kini tertambat pada Fani.
Suatu sore, ketika matahari mulai tenggelam di balik bukit, Fandi mengambil keputusan. Ia memutuskan untuk menemui Fani, mengutarakan apa yang selama ini hanya ia simpan dalam hati. Fani, yang selama ini telah mengisi ruang kosong dalam jiwanya, berhak mengetahui apa yang Fandi rasakan.
Fandi menunggu di depan rumah Fani dengan perasaan campur aduk. Detik-detik menegangkan itu terasa lama, hingga akhirnya Fani muncul, dengan senyum yang selalu membuat Fandi merasa tenang. Mereka duduk bersama di beranda rumah Fani, di bawah cahaya senja yang perlahan berubah menjadi kegelapan malam.
“Fani…” Fandi memulai dengan suara pelan. “Aku… selama ini aku berpikir tentang banyak hal. Tentang kita, tentang apa yang aku rasakan.”
Fani hanya diam, menunggu Fandi melanjutkan. Dalam hening itu, Fandi merasakan sesuatu yang pasti.
“Aku rasa… aku menyukaimu, lebih dari sekadar teman band. Aku tak bisa menyembunyikan ini lagi.”
Fani terdiam sejenak, lalu tersenyum. “Aku sudah menunggu cukup lama untuk mendengar kata-kata itu darimu.”
Fandi merasa beban berat terangkat dari pundaknya. Dalam kesenyapan malam, hati Fandi menemukan jalannya. Ia tahu ke mana hatinya berlabuh—pada Fani, gadis yang telah mengajarkannya arti cinta yang sejati.
Namun, di sudut lain hatinya, ada perasaan bersalah yang tak bisa dihindari. Rina. Ia tahu, Rina akan terluka, dan itu adalah bagian dari perjalanan yang harus ia hadapi. Fandi memutuskan untuk berbicara dengan Rina, untuk jujur dan terbuka tentang perasaannya. Ia tidak ingin memberikan harapan palsu, dan meskipun menyakitkan, kejujuran adalah jalan yang paling tepat.
Fandi berdiri, menatap langit malam yang kini kembali dipenuhi bintang. Di hatinya, sudah tak ada lagi keraguan. Ia telah menemukan jawabannya, meski perjalanan ke depan mungkin tak mudah.
Esok hari, Fandi akan menemui Rina. Ia siap untuk mengakhiri harapan yang terlanjur Rina gantungkan padanya, dan memulai perjalanan cintanya dengan Fani—dengan kejujuran, ketulusan, dan cinta yang sejati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar