Fandi dan Rina telah bersama sejak masa kecil, ketika langkah kaki kecil mereka selalu beriringan menuju sekolah dasar yang tak jauh dari rumah. Mereka tumbuh bersama, seperti kakak dan adik yang saling melindungi. Kebersamaan mereka bukan hanya dalam perjalanan, tetapi juga saat mengerjakan tugas sekolah, berbagi cerita, dan bahkan ketika salah satu teman Rina memperlakukannya dengan kurang baik, Fandi langsung melindungi dengan spontanitas seorang sahabat sejati.
Waktu berlalu, dan mereka mulai menginjak usia remaja. Setelah lulus dari SD, takdir membawa mereka ke SMP yang sama. Di sana, tak berbeda dengan dulu, mereka selalu bersama. Setiap hari ada Rina, pasti ada Fandi. Tak heran, teman-teman mulai mengolok mereka, menyebut keduanya sebagai pasangan. Rina, gadis manis yang ceria, selalu membawa keceriaan di setiap sudut pertemanan. Fandi, dengan postur yang tinggi dan wajah yang rupawan, menjadi pujaan banyak gadis. Namun, semua tahu bahwa ke manapun Fandi pergi, di sana selalu ada Rina.
Di hati Rina, Fandi adalah sosok yang sangat istimewa. Dia melihatnya sebagai pelindung, teman, dan mungkin lebih. Tapi bagi Fandi, Rina adalah adik manis yang selalu membutuhkan perlindungannya. Mereka berdua adalah sahabat, tak ada yang lebih.
Namun, saat masa SMP berakhir, jalan mereka mulai terpisah. Rina melanjutkan ke SMA, sementara Fandi memilih untuk masuk SMK. Perpisahan ini membuat Rina khawatir, takut kehilangan kebersamaan yang telah mereka jalin begitu lama. Semakin lama, perasaan khawatir itu semakin menjadi-jadi. Pesan-pesan Rina sering tak terbalas, dan Fandi mulai jarang menemuinya, lebih sibuk dengan grup band sekolahnya.
Waktu terus bergulir, dan perasaan Rina semakin terluka. Setiap kali ia datang ke rumah Fandi, selalu ada alasan, entah karena Fandi sedang pergi atau sibuk dengan teman-temannya. Rina semakin merasa tersisihkan, sementara hatinya terus mendamba perhatian dari Fandi. Hingga pada suatu sore, Rina mengumpulkan keberanian dan mengundang Fandi ke rumahnya. Dia sengaja membuat kue kesukaan Fandi, berharap bisa menghidupkan kembali momen-momen manis mereka dulu.
Ketika mereka duduk bersama, Rina tak bisa menahan perasaannya lagi. Dengan suara gemetar, dia mengungkapkan bahwa ia menyukai Fandi, bukan sekadar teman, tapi lebih. Fandi tertegun. Selama ini ia menganggap Rina sebagai adik yang manis, bukan seseorang yang bisa menjadi pasangan. Fandi hanya terdiam, memandangi Rina yang tiba-tiba meralat kata-katanya, mengatakan bahwa ia hanya merindukan saat-saat mereka pulang sekolah bersama.
Fandi, merasa gugup, dengan cepat merespon, “Aku juga rindu jalan-jalan bersama.” Namun setelah pulang dari rumah Rina, Fandi tak bisa tenang. Kata-kata Rina terus bergema di kepalanya. Di satu sisi, ia merasa bersalah, takut mengecewakan Rina yang sudah jelas menyimpan rasa padanya. Namun di sisi lain, hatinya kini sudah tertuju pada Fani, gadis yang menjadi teman bandnya, yang perlahan mengisi ruang di hatinya.
Bimbang, Fandi merasa terperangkap dalam dilema. Haruskah ia mengikuti hatinya yang kini tertuju pada Fani, ataukah ia harus menjaga perasaan Rina yang selalu dianggapnya sebagai adik kecilnya? Kedua gadis itu hadir di hidupnya dengan cara yang berbeda, namun keputusan ini akan menentukan ke mana hati Fandi akhirnya berlabuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar