Kamis, 22 Mei 2025

Judul: Pertemuan Terakhir di Bawah Pohon Kamboja

 

Senja menggantung remang di langit yang enggan berubah warna. Angin sore menyapu pelan, membawa aroma bunga kamboja yang gugur satu-satu di halaman belakang gereja tua. Di sanalah, Yculiya berdiri dalam balutan mantel abu-abu, tangan gemetar menanti seseorang yang selalu membuat dunia serasa penuh warna—meski kini, warna itu perlahan memudar.

Langkah kaki menghampiri. Onioramio datang dengan napas yang berat, jaket hitamnya basah oleh gerimis yang tadi sempat turun. Ia berhenti sejenak, memandangi Yculiya dari kejauhan, seolah ingin mengabadikan tiap detik sebelum semuanya menghilang.

Yculiya: (suara bergetar)
"Kau datang juga… Kupikir kau takkan berani menemuiku lagi."

Onioramio: (melangkah perlahan, menahan gemetar)
"Bagaimana bisa aku tidak datang… saat ini mungkin kali terakhir aku melihatmu, Ycu."

Mereka berdiri berhadapan. Tak saling menyentuh. Tak saling mendekap. Hanya mata yang bicara lebih banyak dari kata-kata.

Yculiya:
"Besok pagi, persidangan itu akan menjadi kuburan untuk kisah kita, bukan? Orang tuaku akan memaksamu melepaskanku, seolah aku bukan lagi milik diriku sendiri…"

Onioramio:
"Aku ingin melawan, Ycu. Demi kita. Tapi kekuasaan mereka terlalu besar… surat pengadilan, tekanan keluarga, bahkan ancaman pada pekerjaan ayahku. Mereka tak hanya ingin memisahkan kita. Mereka ingin menghancurkanku… dan kau tahu, aku tak sanggup jika kau jadi korban."

Yculiya menarik napas dalam-dalam. Matanya yang sembab sudah tak bisa menahan butiran air yang mengalir pelan.

Yculiya:
"Aku tak butuh segalanya, Rami. Aku hanya ingin bersamamu. Aku tak peduli dengan restu yang tak pernah ada, tak peduli dengan nama baik keluarga. Aku hanya… lelah. Lelah mencintaimu diam-diam, lelah dicaci karena perbedaan kita."

Onioramio: (meraih jemari Yculiya, mengecupnya lama)
"Dan aku bersalah… karena tak bisa menjagamu dari luka ini. Maafkan aku, Ycu. Aku ingin menjadi pria yang menjemputmu, bukan pria yang melepaskanmu diam-diam di bawah pohon kamboja."

Yculiya: (tersenyum pahit)
"Kalau waktu bisa diputar… aku tetap akan memilihmu. Bahkan jika akhir kisah kita tetap sama—pilu dan berlumur air mata. Karena bersamamu, aku tahu apa artinya mencinta dengan seluruh jiwa."

Angin mengembus, membawa suara lonceng gereja yang berdentang sekali.

Onioramio:
"Setelah ini, aku akan dipaksa menandatangani surat yang menyatakan aku tak pernah layak untukmu. Dan kau akan dipaksa memilih hidup yang mereka anggap ‘pantaspadamu’…"

Yculiya:
"Biarkan ini menjadi rahasia kita, Rami. Pertemuan terakhir. Di tempat pertama kita jatuh cinta. Di bawah pohon ini… di mana kita pernah berjanji, meski dunia tak mengizinkan."

Onioramio merangkul Yculiya untuk terakhir kalinya. Tak ada kata selamat tinggal. Hanya keheningan panjang yang mendesak air mata keduanya tumpah bersama.

Dan saat malam turun perlahan, mereka berjalan menjauh ke arah yang berbeda—meninggalkan sepotong cinta yang dikubur tanpa nisan, namun hidup selamanya dalam kenangan yang tak bisa disidangkan oleh siapa pun.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar