Kekosongan Kekuasaan & Munculnya
Ketegangan (Vacuum of Power)
Setelah Jepang menyerah kepada
Sekutu pada 15 Agustus 1945, Indonesia masuk dalam situasi politik yang sangat
genting. Keadaan ini dikenal sebagai kekosongan kekuasaan (vacuum of power),
karena:
- Jepang tidak lagi berhak mengatur pemerintahan
(karena menyerah).
- Pasukan Sekutu yang bertugas mengambil alih wilayah
Indonesia belum tiba.
- Bangsa Indonesia memiliki peluang emas untuk
memproklamasikan kemerdekaan tanpa campur tangan pihak asing.
Namun, kondisi ini sekaligus
memicu perbedaan pandangan antara golongan tua dan golongan muda.
A. Penyebab Kekosongan
Kekuasaan
1. Jepang menyerah kepada
Sekutu
Penyerahan Jepang menyebabkan
seluruh struktur pemerintahan Jepang di Indonesia terhenti. Namun, Jepang masih
diberi tugas sementara oleh Sekutu untuk menjaga status quo sampai Sekutu
datang.
2. Sekutu belum mendarat di
Indonesia
Pasukan Sekutu lebih dulu mengurus
Jepang di wilayah Asia Timur (seperti Hong Kong, Manila, Shanghai). Sehingga
Indonesia berada tanpa penguasa yang nyata.
3. Bangsa Indonesia sudah
memiliki persiapan kemerdekaan
Melalui BPUPKI dan PPKI, Indonesia
telah menyusun:
✓ Dasar negara
✓ UUD
✓ Bentuk negara
✓ Siapa yang akan memimpin
Artinya, Indonesia tinggal memproklamasikan
kemerdekaan.
B. Perbedaan Pandangan:
Golongan Muda vs Golongan Tua
Ketegangan yang muncul bukan
karena konflik pribadi, tetapi karena perbedaan strategi dalam menyikapi
kekosongan kekuasaan.
1. Golongan Muda (Revolusioner)
Tokoh-tokoh:
❖ Chaerul Saleh
❖ Wikana
❖ Sukarni
❖ Adam Malik
❖ Sutan Syahrir (inspirator politik)
Pandangan mereka:
- Proklamasi harus dilakukan secepat mungkin.
- Tidak boleh bergantung pada keputusan atau sidang
PPKI.
- Kemerdekaan harus merupakan murni kehendak bangsa
Indonesia, bukan pemberian Jepang.
- Jika menunggu terlalu lama, Sekutu bisa mendarat dan
mengambil alih.
Alasan mereka:
- Jepang sudah kalah, sehingga tidak berhak
mengatur.
- Momentum vacuum of power sangat singkat.
- Mereka takut kemerdekaan dianggap "hadiah
Jepang".
2. Golongan Tua (Moderate /
Diplomatis)
Tokoh-tokoh:
·
Ir. Soekarno
·
Drs. Mohammad Hatta
·
Mr. Ahmad Subardjo
·
Latif Hendraningrat
·
Ki Hadjar Dewantara
Pandangan mereka:
- Proklamasi harus dilakukan secara hati-hati.
- Proklamasi sebaiknya menunggu sidang resmi PPKI agar
memiliki landasan hukum formal.
- Menghindari pertumpahan darah yang tidak perlu.
- Mengantisipasi reaksi Jepang yang masih bersenjata di
Indonesia.
Alasan mereka:
- Jepang masih secara formal bertanggung jawab menjaga
ketertiban.
- Takut adanya pertumpahan darah jika bertindak terlalu
cepat.
- Keamanan dan keselamatan rakyat harus diprioritaskan.
C. Situasi Politik Sangat
Tegang
Pada 15–16 Agustus 1945:
- Pemuda menganggap Soekarno–Hatta terlalu lambat.
- Golongan tua merasa pemuda terlalu emosional.
- Terjadi ketegangan verbal dan situasi
psikologis yang sangat panas di Jakarta.
- Jepang menolak memberikan bantuan atau perlindungan
terhadap rencana kemerdekaan.
- Beredar isu bahwa Sekutu akan segera mendarat.
Ketegangan ini mencapai puncaknya
pada peristiwa Rengasdengklok (ringkasan akan diberikan bila Anda
menginginkan).
D. Kesimpulan Materi
Kekosongan kekuasaan membuat
Indonesia berada pada:
- Peluang emas untuk merdeka
- Situasi rawan, karena Jepang masih bersenjata
- Perbedaan strategi antar generasi
Golongan muda ingin percepatan.
Golongan tua memilih kehati-hatian.
Perbedaan pandangan ini kemudian
mengarah pada peristiwa penting, yaitu penculikan Soekarno–Hatta ke
Rengasdengklok, yang menjadi titik balik menuju Proklamasi 17 Agustus 1945.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar