Di sebuah universitas swasta yang ramai, cinta tumbuh di antara sosok yang tak disangka. Dia adalah Dina, seorang mahasiswi semester tiga, penuh semangat dan mimpi. Dan dia adalah Arman, seorang pria yang sudah berusia 30 tahun, matang, tenang, dengan pesona yang berbeda dari kebanyakan pria sebayanya. Selisih usia sembilan tahun bukan penghalang bagi mereka; cinta yang begitu besar menyatukan hati keduanya.
Setiap hari, keinginan untuk bertemu selalu hadir, tak peduli sesibuk apa pun jadwal mereka. Dina dengan kuliahnya, Arman dengan pekerjaannya yang menumpuk. Namun, di antara kesibukan itu, mereka selalu berhasil mencuri waktu, meski hanya sebentar, untuk melepas rindu.
Suatu hari, mereka sepakat bertemu di perpustakaan kampus. Dina sengaja memilih tempat itu—tenang, nyaman, dan tampak seperti alasan yang baik untuk bertemu tanpa menarik perhatian. Tapi siapa yang bisa menyembunyikan cinta? Ketika Dina tiba, Arman sudah menunggu dengan senyum hangat di pojokan meja yang dikelilingi rak-rak buku. Meskipun hanya beberapa menit yang mereka punya, pertemuan itu menjadi sangat berarti.
Saat mereka duduk berdua, senyum dan tawa tak bisa dibendung. Dina menceritakan tentang tugas kuliah yang sulit, sementara Arman dengan bijak menenangkan, memberinya saran sambil sesekali menggoda. Candaan kecil mereka terdengar lembut, tapi cukup membuat beberapa orang di sekitar perpustakaan mulai memperhatikan. Wajah Dina sedikit memerah, menyadari bahwa mereka menarik perhatian banyak mata.
Namun, rasa malu itu segera sirna ketika dia menatap mata Arman. Cinta yang ada di antara mereka begitu kuat, seolah dunia di sekitar tak lagi penting. Malu memang ada, tapi cinta mengalahkan semuanya. Setiap detik yang mereka habiskan bersama menjadi sangat berharga, seolah mengobati rindu yang selalu ada ketika mereka terpisah.
Di perpustakaan yang sunyi, tawa kecil mereka menggema, mengisi ruang di antara deretan buku-buku. Mereka tahu, waktu bersama di tempat itu hanya sebentar, tapi di dalam hati mereka, perasaan hangat itu akan tersimpan selamanya.
Tak peduli tatapan heran atau bisik-bisik di sekitar, cinta yang Dina dan Arman rasakan adalah milik mereka sendiri. Bagi mereka, tak ada yang lebih penting selain saat-saat mereka bersama, di mana canda, tawa, dan sedikit malu pun menjadi bagian dari cerita cinta yang akan terus mereka kenang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar