Setiap pagi, di ujung jalan yang sepi, di bawah pohon rindang yang sudah tua, seorang pria berdiri menunggu. Namanya Ardi. Wajahnya selalu penuh harap, meskipun lelah tak pernah absen menyertai. Di dalam dirinya selalu berharap untuk bisa bertemu dengan seorang wanita yang setiap hari melintas di depannya dengan bus milik perusahaan tempatnya bekerja.
Wanita itu, Sari, adalah cinta terlarang Ardi. Mereka berasal dari dua dunia yang berbeda, terikat oleh janji-janji yang tak dapat mereka langgar. Namun, cinta mereka tak pernah pudar. Setiap pagi, sebelum fajar menyingsing, Ardi sudah berada di tempat itu, menanti bus yang membawa Sari menuju pekerjaannya di luar kota.
Mereka tahu, cinta ini tak bisa diumbar ke publik, tak bisa dibiarkan tumbuh bebas seperti cinta yang lain. Dunia mereka terlalu berbeda, terlalu banyak hal yang menghalangi mereka untuk bersatu. Tapi setiap pertemuan singkat di pagi hari, saat Sari mau menuju bus selalu menyempatan diri bertemu ardi, adalah momen yang mereka pegang erat. Meskipun hanya sekejap, pertemuan itu sudah cukup untuk menghangatkan hati mereka sepanjang hari.
Pagi itu, seperti biasa, Ardi menunggu di tempat yang sama. Bus yang membawa Sari segera datang, melambat ketika melihat Sari yang sudah menunggu di jalan dimana biasa sari lewat menuju bus. Ardi menyusul dengan langkah cepat, hatinya berdebar. Sari lewat dari kejauhan sudah tersenyum melihat Ardi yang sudah menunggu. Mata mereka bertemu, dan waktu seakan berhenti.
“Selamat pagi,” bisik Ardi.
“Selamat pagi,” jawab Sari, suaranya lembut, penuh kehangatan. Hanya itu yang mereka ucapkan, tapi dalam kata-kata sederhana itu, ada ribuan perasaan yang tak terucapkan.
Mereka berdiri berhadapan, tangan mereka hampir bersentuhan, namun tak berani melangkah lebih jauh. Seperti biasa, mereka hanya bisa bertukar senyum, tatapan mata yang dalam, dan sapaan lembut. Detik-detik berlalu dengan cepat, dan suara klakson bus mengingatkan mereka bahwa waktu mereka hampir habis.
“Aku harus pergi,” kata Sari dengan berat hati. Ardi mengangguk, mengerti. Dia selalu mengerti. Sari naik ke bus, dan sebelum pintu tertutup, ia melambai kepada Ardi. Pria itu tersenyum, senyum yang penuh cinta dan pengertian.
Bus itu mulai bergerak, meninggalkan Ardi yang tetap berdiri di sana, menatap hingga bayangannya hilang di kejauhan. Setiap hari, seperti inilah mereka berpisah, dengan janji untuk bertemu lagi di pagi berikutnya.
Namun, di balik senyum dan tatapan penuh cinta, ada kesadaran pahit yang terus menghantui mereka. Mereka tahu, cinta ini tidak akan pernah mendapat restu. Dunia mereka terlalu jauh, dan mereka harus menyimpan cinta ini dalam-dalam, tersembunyi dari pandangan orang lain.
Meskipun demikian, setiap pagi, mereka tetap berjuang untuk bertemu, meski hanya sekejap. Karena bagi Ardi dan Sari, cinta ini adalah segalanya. Meskipun terbatas, meskipun terlarang, mereka tetap saling menguatkan dalam pertemuan-pertemuan singkat itu.
Dan begitu hari demi hari berlalu, mereka menjalani hidup dengan cinta yang mereka simpan dalam hati, berharap suatu saat, meski hanya dalam mimpi, mereka bisa merasakan kebebasan untuk mencintai tanpa rasa takut.
Sampai saat itu tiba, mereka akan terus bertemu di ujung jalan itu, setiap pagi, dengan senyum yang tak pernah pudar, dan harapan yang terus menyala, meskipun di balik bayang-bayang cinta yang terlarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar