Jumat, 19 Desember 2025

Kearifan Lokal Spesifik sebagai Solusi Adaptasi Perubahan Iklim di Permukiman Tradisional Indonesia

 


Kearifan Lokal Spesifik sebagai Solusi Adaptasi Perubahan Iklim di Permukiman Tradisional Indonesia

Pengantar
Kearifan lokal (local wisdom) masyarakat adat Indonesia merupakan pengetahuan turun-temurun yang terintegrasi dengan lingkungan geografis, menawarkan solusi adaptasi efektif terhadap perubahan iklim. Di tengah kenaikan suhu, banjir ekstrem, kekeringan, dan abrasi, praktik ini—seperti pengelolaan air tradisional, arsitektur adaptif, dan ritual ekosistem—terbukti berkelanjutan dan rendah biaya. Di Indonesia, dengan >17.000 pulau dan keragaman etnis, kearifan ini mendukung ketahanan permukiman tradisional, seperti yang terlihat pada komunitas Baduy, Suku Bajo, dan Subak Bali. Integrasi dengan kebijakan modern dapat memperkuat resiliensi. 

1. Prinsip Umum Kearifan Lokal dalam Adaptasi Iklim

Kearifan lokal berbasis Tri Hita Karana (harmoni manusia-alam-Tuhan) atau prinsip serupa, menekankan pencegahan daripada reaksi. Faktor kunci:

  • Adaptasi Arsitektur : Rumah panggung tahan banjir, atap curam alirkan air hujan.
  • Pengelolaan Sumber Daya : Rotasi tanam cegah degradasi tanah, tabu musiman lindungi ekosistem.
  • Ritual dan Norma Sosial : Upacara adat sinkronkan aktivitas dengan siklus iklim.
    Studi menunjukkan praktik ini mengurangi kerentanan >30% di komunitas adat. 

2. Kearifan Lokal Spesifik Berdasarkan Wilayah Geografis

a. Sistem Subak Bali (Dataran Rendah Sawah, Rawan Banjir & Kekeringan)

  • Deskripsi : Sistem irigasi tradisional UNESCO, mengatur alokasi air sawah via dewan adat (Subak). Petani rotasi tanam, proyeksi cuaca via pengamatan burung/awan, dan ritual pemujaan Dewi Sri cegah over-irigasi.
  • Adaptasi Iklim : Saat kekeringan (El NiƱo), air dialokasikan prioritas; banjir dicegah dengan terasering. Mengurangi konflik air 40%. 
  • Relevansi Permukiman : Desa Banjar terintegrasi dengan saluran Subak, menjaga pola permukiman terpusat dekat sawah.
  • Potensi Skalabilitas : Model untuk irigasi nasional, terbukti tahan kenaikan suhu 1-2°C.

b. Rumah Panggung Suku Dayak Betang (Kalimantan, Hutan Tropis Rawan Banjir & Kebakaran)

  • Deskripsi : Rumah panjang (Betang) elevated 2-3m, ventilasi alami, atap ijuk tahan api. Norma adat larang pembakaran hutan; sistem gotong royong bangun tanggul alam (pohon mangrove).
  • Adaptasi Iklim : Tinggi panggung cegah banjir gambut; ventilasi kurangi panas ekstrem. Saat karhutla 2019, Betang Long Apari selamat karena tabu adat. 
  • Relevansi Permukiman : Pola memanjang di tepi sungai, adaptif isolasi geografis.
  • Potensi : Integrasi dengan reboisasi, kurangi emisi karbon 20-25%.

c. Praktik Baduy Dalam (Banten, Pegunungan Rawan Longsor & Kekeringan)

  • Deskripsi : Larangan pisau besi (gunakan bambu), rotasi ladang (swidden farming terkontrol), dan ritual Seba sinkron musim hujan. Hutan suci lindungi sumber air.
  • Adaptasi Iklim : Rotasi cegah erosi; hutan penyangga kurangi longsor 50%. Saat kekeringan 2023, Baduy tetap panen via terowongan bambu alirkan air. 
  • Relevansi Permukiman : Pola tersebar di lereng, hindari zona rawan.
  • Potensi : Model agroforestri nasional.

d. Rumah Lancang di Atas Air Suku Bajo (Pesisir Sulawesi, Rawan Abrasi & Rob)

  • Deskripsi : Rumah terapung/panggung di laguna, jangkar karang hidup, tabu tangkap ikan musim cuti (sasi). Pantau pasang via pengamatan bulan.
  • Adaptasi Iklim : Terapung ikuti kenaikan air laut; karang lindungi abrasi. Bau Nyale ritual prediksi musim ikan. 
  • Relevansi Permukiman : Pola linear di atas air, adaptif kepulauan.
  • Potensi : Blue economy berkelanjutan.

e. Sasi Laut Maluku (Pulau Terpencil, Rawan Overfishing & Pemanasan Laut)

  • Deskripsi : Penutupan sementara zona tangkap (sasi), ritual adat awasi. Rotasi zona cegah degradasi terumbu.
  • Adaptasi Iklim : Pulihkan stok ikan saat suhu laut naik; kurangi kerentanan pangan. 
  • Relevansi Permukiman : Dukung permukiman pesisir stabil.

3. Studi Kasus Komparatif dan Dampak Kuantitatif

Kearifan Lokal

Wilayah

Ancaman Utama

Dampak Adaptasi

Sumber

Subak

Bali

Banjir/Kekeringan

Efisiensi air +35%, konflik -40% 

UNESCO

Betang Dayak

Kalimantan

Banjir/Karhutla

Kerusakan -70% 

CIFOR

Baduy

Banten

Longsor

Erosi -50% 

Lokal

Sasi Bajo

Sulawesi/Maluku

Abrasi/Overfishing

Stok ikan pulih 25-30% 

Adat

4. Tantangan dan Strategi Integrasi

Tantangan: Modernisasi erosi pengetahuan, konflik lahan, kurang dukungan kebijakan.
Strategi:

  • Kebijakan inklusif (UU Desa 2014) integrasikan kearifan ke Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
  • Pendidikan sekolah ajar praktik adat.
  • Kolaborasi LSM-pemerintah, seperti di Kerinci Seblat.  Manfaat: Kurangi emisi, tingkatkan resiliensi 20-50%. 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dampak Dinamika Sosial terhadap Kehidupan Masyarakat Majemuk Indonesia

  Dampak Dinamika Sosial terhadap Kehidupan Masyarakat Majemuk Indonesia Pendahuluan Masyarakat Indonesia yang majemuk dengan  1.331 suku...