Kearifan Lokal Spesifik sebagai Solusi Adaptasi Perubahan
Iklim di Permukiman Tradisional Indonesia
Pengantar
Kearifan lokal (local wisdom) masyarakat adat Indonesia merupakan pengetahuan
turun-temurun yang terintegrasi dengan lingkungan geografis, menawarkan solusi
adaptasi efektif terhadap perubahan iklim. Di tengah kenaikan suhu, banjir
ekstrem, kekeringan, dan abrasi, praktik ini—seperti pengelolaan air
tradisional, arsitektur adaptif, dan ritual ekosistem—terbukti berkelanjutan
dan rendah biaya. Di Indonesia, dengan >17.000 pulau dan keragaman etnis,
kearifan ini mendukung ketahanan permukiman tradisional, seperti yang terlihat
pada komunitas Baduy, Suku Bajo, dan Subak Bali. Integrasi dengan kebijakan
modern dapat memperkuat resiliensi.
1. Prinsip Umum Kearifan Lokal dalam Adaptasi Iklim
Kearifan lokal berbasis Tri Hita Karana (harmoni
manusia-alam-Tuhan) atau prinsip serupa, menekankan pencegahan daripada reaksi.
Faktor kunci:
- Adaptasi
Arsitektur : Rumah panggung tahan banjir, atap curam alirkan air
hujan.
- Pengelolaan
Sumber Daya : Rotasi tanam cegah degradasi tanah, tabu musiman
lindungi ekosistem.
- Ritual
dan Norma Sosial : Upacara adat sinkronkan aktivitas dengan
siklus iklim.
Studi menunjukkan praktik ini mengurangi kerentanan >30% di komunitas adat.
2. Kearifan Lokal Spesifik Berdasarkan Wilayah Geografis
a. Sistem Subak Bali (Dataran Rendah Sawah, Rawan
Banjir & Kekeringan)
- Deskripsi :
Sistem irigasi tradisional UNESCO, mengatur alokasi air sawah via dewan
adat (Subak). Petani rotasi tanam, proyeksi cuaca via pengamatan
burung/awan, dan ritual pemujaan Dewi Sri cegah over-irigasi.
- Adaptasi
Iklim : Saat kekeringan (El NiƱo), air dialokasikan prioritas;
banjir dicegah dengan terasering. Mengurangi konflik air 40%.
- Relevansi
Permukiman : Desa Banjar terintegrasi dengan saluran Subak,
menjaga pola permukiman terpusat dekat sawah.
- Potensi
Skalabilitas : Model untuk irigasi nasional, terbukti tahan
kenaikan suhu 1-2°C.
b. Rumah Panggung Suku Dayak Betang (Kalimantan,
Hutan Tropis Rawan Banjir & Kebakaran)
- Deskripsi :
Rumah panjang (Betang) elevated 2-3m, ventilasi alami, atap ijuk tahan
api. Norma adat larang pembakaran hutan; sistem gotong royong bangun
tanggul alam (pohon mangrove).
- Adaptasi
Iklim : Tinggi panggung cegah banjir gambut; ventilasi kurangi
panas ekstrem. Saat karhutla 2019, Betang Long Apari selamat karena tabu
adat.
- Relevansi
Permukiman : Pola memanjang di tepi sungai, adaptif isolasi
geografis.
- Potensi :
Integrasi dengan reboisasi, kurangi emisi karbon 20-25%.
c. Praktik Baduy Dalam (Banten, Pegunungan Rawan
Longsor & Kekeringan)
- Deskripsi :
Larangan pisau besi (gunakan bambu), rotasi ladang (swidden farming
terkontrol), dan ritual Seba sinkron musim hujan. Hutan suci lindungi
sumber air.
- Adaptasi
Iklim : Rotasi cegah erosi; hutan penyangga kurangi longsor 50%.
Saat kekeringan 2023, Baduy tetap panen via terowongan bambu alirkan
air.
- Relevansi
Permukiman : Pola tersebar di lereng, hindari zona rawan.
- Potensi :
Model agroforestri nasional.
d. Rumah Lancang di Atas Air Suku Bajo (Pesisir
Sulawesi, Rawan Abrasi & Rob)
- Deskripsi :
Rumah terapung/panggung di laguna, jangkar karang hidup, tabu tangkap ikan
musim cuti (sasi). Pantau pasang via pengamatan bulan.
- Adaptasi
Iklim : Terapung ikuti kenaikan air laut; karang lindungi abrasi.
Bau Nyale ritual prediksi musim ikan.
- Relevansi
Permukiman : Pola linear di atas air, adaptif kepulauan.
- Potensi :
Blue economy berkelanjutan.
e. Sasi Laut Maluku (Pulau Terpencil, Rawan
Overfishing & Pemanasan Laut)
- Deskripsi :
Penutupan sementara zona tangkap (sasi), ritual adat awasi. Rotasi zona
cegah degradasi terumbu.
- Adaptasi
Iklim : Pulihkan stok ikan saat suhu laut naik; kurangi
kerentanan pangan.
- Relevansi
Permukiman : Dukung permukiman pesisir stabil.
3. Studi Kasus Komparatif dan Dampak Kuantitatif
|
Kearifan
Lokal |
Wilayah |
Ancaman
Utama |
Dampak
Adaptasi |
Sumber |
|
Subak |
Bali |
Banjir/Kekeringan |
Efisiensi air +35%, konflik -40% |
UNESCO |
|
Betang Dayak |
Kalimantan |
Banjir/Karhutla |
Kerusakan -70% |
CIFOR |
|
Baduy |
Banten |
Longsor |
Erosi -50% |
Lokal |
|
Sasi Bajo |
Sulawesi/Maluku |
Abrasi/Overfishing |
Stok ikan pulih 25-30% |
Adat |
4. Tantangan dan Strategi Integrasi
Tantangan: Modernisasi erosi pengetahuan, konflik
lahan, kurang dukungan kebijakan.
Strategi:
- Kebijakan
inklusif (UU Desa 2014) integrasikan kearifan ke Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW).
- Pendidikan
sekolah ajar praktik adat.
- Kolaborasi
LSM-pemerintah, seperti di Kerinci Seblat. Manfaat: Kurangi
emisi, tingkatkan resiliensi 20-50%.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar