Dampak Perubahan Iklim terhadap Pola Permukiman
Tradisional di Indonesia
Pengantar Indonesia, sebagai negara kepulauan
yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, menghadapi ancaman serius
terhadap keberlanjutan pola permukiman tradisionalnya. Pemanasan global,
kenaikan permukaan air laut, perubahan pola curah hujan ekstrem, dan
peningkatan frekuensi bencana hidrometeorologi secara langsung memengaruhi cara
masyarakat adat membangun, menata, dan mempertahankan tempat tinggal mereka.
Meskipun masyarakat tradisional memiliki kearifan lokal yang kuat dalam
beradaptasi dengan lingkungan, skala dan kecepatan perubahan iklim saat ini
menimbulkan tantangan baru yang kompleks.
1. Pengertian Permukiman Tradisional dan Kerentanannya
terhadap Perubahan Iklim
Permukiman tradisional adalah hunian yang dibangun
berdasarkan kearifan lokal, adat istiadat, dan pengetahuan turun-temurun,
seringkali terintegrasi dengan lingkungan alam sekitarnya. Karakteristik
permukiman ini mencakup penggunaan bahan lokal, desain arsitektur yang
responsif iklim, serta tata ruang yang mencerminkan struktur sosial dan budaya
masyarakat.
Kerentanan permukiman tradisional terhadap perubahan iklim
disebabkan oleh beberapa faktor:
- Ketergantungan
pada Alam : Bahan bangunan dan lokasi permukiman sangat
bergantung pada ketersediaan sumber daya alam dan kondisi geografis yang
stabil.
- Lokasi
Rentan : Banyak permukiman tradisional berada di daerah rawan
bencana seperti pesisir, bantaran sungai, atau lereng gunung yang kini
semakin berisiko.
- Keterbatasan
Akses Modern : Komunitas adat seringkali terisolasi dan kurang
memiliki akses terhadap infrastruktur modern atau teknologi mitigasi
bencana.
- Pergeseran
Pengetahuan Lokal : Modernisasi dan pembangunan seringkali
mengikis pengetahuan dan praktik adaptasi tradisional.
2. Dampak Perubahan Iklim terhadap Pola Permukiman
Tradisional
a. Kenaikan Permukaan Air Laut dan Abrasi Pesisir
- Ancaman :
Kenaikan muka air laut menyebabkan intrusi air asin ke sumur air tawar,
abrasi pantai yang menggerus daratan, dan frekuensi banjir rob yang lebih
tinggi.
- Dampak
pada Permukiman :
- Perubahan
Lokasi: Permukiman tradisional di pesisir, terutama yang dibangun di
atas air atau sangat dekat dengan garis pantai (seperti Suku Bajo),
terancam tenggelam atau harus dipindahkan ke daratan yang lebih tinggi.
Hal ini dapat mengubah pola linear atau terpusat di sepanjang pantai
menjadi pola yang lebih ke dalam.
- Kerusakan
Struktur : Rumah panggung tradisional yang biasanya dirancang
untuk pasang surut normal mungkin tidak mampu menahan gelombang tinggi
atau banjir rob ekstrem, menyebabkan kerusakan atau kehancuran.
- Kehilangan
Identitas : Pemindahan permukiman tidak hanya berarti kehilangan
tempat tinggal fisik, tetapi juga kehilangan jejak historis, situs
sakral, dan mata pencarian yang terkait erat dengan lingkungan pesisir.
b. Perubahan Pola Curah Hujan dan Bencana
Hidrometeorologi
- Ancaman :
Peningkatan curah hujan ekstrem memicu banjir bandang dan tanah longsor,
sementara periode kekeringan berkepanjangan menyebabkan kekurangan air.
- Dampak
pada Permukiman:
- Banjir
dan Tanah Longsor : Permukiman tradisional di bantaran sungai
atau lereng gunung (misalnya di Jawa Barat atau Sumatera) sangat rentan.
Pola permukiman yang semula mengikuti kontur atau aliran sungai harus
beradaptasi dengan risiko baru. Bahan bangunan tradisional, meskipun
ramah lingkungan, mungkin kurang tahan terhadap kekuatan banjir bandang
atau pergerakan tanah.
- Krisis
Air Bersih : Kekeringan dapat memaksa masyarakat untuk berpindah
mencari sumber air, mengubah pola permukiman yang semula terpusat di
dekat mata air menjadi lebih menyebar, atau bahkan memicu migrasi.
- Kerentanan
Infrastruktur : Jalan setapak tradisional atau jembatan gantung
yang menghubungkan permukiman dapat rusak akibat banjir atau longsor,
menghambat akses dan mobilitas.
c. Pergeseran Ekosistem dan Ketersediaan Sumber Daya
- Ancaman :
Perubahan iklim dapat menggeser batas ekosistem (misalnya, hutan mangrove,
terumbu karang), memengaruhi ketersediaan bahan bangunan alami dan mata
pencarian.
- Dampak
pada Permukiman:
- Ketersediaan
Bahan Bangunan : Jika hutan atau ekosistem mangrove rusak,
pasokan kayu, bambu, atau atap rumbia yang digunakan dalam pembangunan
rumah tradisional akan berkurang atau hilang, memaksa penggunaan bahan
modern yang mungkin tidak sesuai dengan kearifan lokal.
- Migrasi
Ekonomi : Kerusakan mata pencarian (misalnya perikanan akibat
pemanasan laut, pertanian akibat kekeringan) dapat memicu migrasi paksa,
meninggalkan permukiman tradisional dan mengancam kelestarian budaya.
Komunitas adat menghadapi beban berat dari krisis iklim, kehilangan rumah
dan mata pencarian.
3. Adaptasi Tradisional dan
Tantangan Modern
Masyarakat adat di Indonesia memiliki sejarah panjang dalam
beradaptasi dengan lingkungan. Kearifan lokal seperti pembangunan rumah
panggung, orientasi bangunan terhadap arah angin atau matahari, dan penggunaan
bahan yang sesuai iklim (seperti rumah Limasan Jawa) adalah bukti adaptasi
iklim masa lalu. Namun, skala perubahan iklim saat ini seringkali melampaui
kapasitas adaptasi tradisional.
- Pola
Spasial dan Orientasi : Konsep orientasi geografis memiliki
dampak pada pola permukiman tradisional, seperti di Bali, yang
mempertimbangkan arah gunung atau laut dalam penataan desa. Perubahan
lingkungan dapat mengganggu orientasi ini.
- Pergeseran
Fungsi : Permukiman tradisional yang awalnya terencana
berdasarkan hubungan air dan daratan (seperti di Kuningan) mungkin
kehilangan fungsinya akibat perubahan hidrologi.
- Pembangunan
Modern vs. Adaptasi Lokal : Ada kebutuhan mendesak untuk
mengintegrasikan pengetahuan adaptasi tradisional dengan strategi
pembangunan modern untuk membangun ketahanan permukiman tradisional.
4. Implikasi Budaya dan Sosial
Perubahan pola permukiman tradisional akibat iklim memiliki
implikasi budaya dan sosial yang mendalam:
- Kehilangan
Identitas dan Budaya : Pengungsian atau pemindahan paksa dapat
menyebabkan hilangnya identitas, situs sakral, dan praktik budaya yang
terkait dengan tempat tinggal leluhur.
- Disintegrasi
Komunitas : Pemindahan massal dapat memecah belah komunitas,
mengikis ikatan sosial, dan merusak struktur adat.
- Ketidakadilan
Iklim : Masyarakat adat, yang paling sedikit berkontribusi
terhadap perubahan iklim, justru menjadi yang paling rentan dan seringkali
tersisih dari upaya mitigasi dan adaptasi pemerintah.
5. Rekomendasi dan Jalan ke Depan
Untuk melindungi pola permukiman tradisional di Indonesia
dari dampak perubahan iklim, diperlukan pendekatan multisektoral yang inklusif:
- Penguatan
Hak Tanah Adat : Mengamankan hak-hak tanah masyarakat adat sangat
penting karena mereka adalah penjaga hutan dan ekosistem yang berperan
dalam mitigasi iklim.
- Integrasi
Kearifan Lokal : Kebijakan adaptasi harus mengintegrasikan
kearifan lokal dalam perencanaan spasial dan arsitektur tangguh iklim.
- Peningkatan
Kapasitas Adaptasi : Memberdayakan komunitas adat dengan
pengetahuan dan sumber daya untuk mengembangkan strategi adaptasi baru
yang selaras dengan nilai-nilai mereka.
- Pembangunan
Infrastruktur Adaptif : Mendukung pembangunan rumah dan
permukiman yang tangguh terhadap bencana dan perubahan iklim, dengan
mempertimbangkan bahan dan desain lokal.
- Partisipasi
Bermakna : Memastikan partisipasi aktif dan bermakna masyarakat
adat dalam setiap proses pengambilan keputusan terkait adaptasi perubahan
iklim dan pembangunan di wilayah mereka.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar