Minggu, 15 Juni 2025

CERPEN : Pertemuan yang Mengakhiri Segalanya

 



Langit sore itu jingga, seperti menyimpan luka yang enggan dibicarakan. Udara membawa harum hujan kemarin yang belum sepenuhnya hilang, dan di antara langkah-langkah kaki yang tak tergesa, Yculyana berdiri di tepi taman kota, menanti sesuatu yang selama ini ia doakan dalam diam: pertemuan.

Iaoramusaia datang terlambat dua menit. Tapi waktu seolah berhenti begitu mata mereka bertemu. Lima tahun lamanya mereka tak bersua, hanya saling menyapa lewat layar, suara, dan kata-kata yang rindu tak bisa terjemahkan seluruhnya. Hari itu, mereka bertemu bukan sebagai kekasih, bukan pula sebagai sahabat—melainkan dua jiwa yang pernah saling memiliki, kini berdiri di ambang kehilangan yang tak bisa dicegah.

“Maaf, membuatmu menunggu,” ucap Iaoramusaia, suaranya masih sama—dalam, namun kini ada retakan di balik nada tenangnya.

Yculyana mengangguk. “Tak apa. Aku sudah menunggu bertahun-tahun, apalah artinya beberapa menit.”

Mereka duduk di bangku kayu yang mulai lapuk. Daun-daun kering beterbangan, jatuh perlahan seperti kenangan yang tak ingin pergi.

“Aku pikir… pertemuan ini akan menyembuhkan,” kata Yculyana, matanya tak lepas dari langit yang mulai meredup. “Tapi semakin dekat kamu di hadapanku, aku justru semakin sadar… luka ini tak bisa diobati oleh hadir.”

Iaoramusaia menunduk. Tangannya menggenggam cangkir kopi kertas yang kini dingin. “Aku juga rindu kamu. Sangat. Tapi ternyata rindu itu hanya indah dari jauh. Ketika dekat, ia berubah menjadi cermin yang menampakkan betapa jauhnya kita sekarang.”

Hening mengalun di antara mereka. Bukan hening yang nyaman. Tapi hening yang getir, seperti jeda dalam lagu sedih yang menunggu denting nada terakhir.

Yculyana menoleh. “Kamu tahu apa yang paling menyakitkan dari pertemuan ini?”

“Apa?” tanya Iaoramusaia pelan.

“Karena pertemuan ini membuatku sadar… aku harus melepasmu, bukan karena aku tidak mencintaimu lagi, tapi justru karena aku mencintaimu terlalu dalam hingga tak sanggup lagi menahannya.”

Dan air mata jatuh tanpa suara. Tak ada pelukan. Tak ada pelarian. Hanya dua pasang mata yang saling merelakan dengan sisa tenaga terakhir.

Iaoramusaia berdiri. Matanya basah, tapi ia tersenyum. “Terima kasih pernah menjadi rumah… meski hanya untuk beberapa musim.”

Yculyana menatap punggungnya yang menjauh, langkah yang tak lagi bisa ia kejar.

Pertemuan itu akhirnya menjadi jawaban dari semua pertanyaan yang tak pernah mereka ucapkan.
Rindu itu ternyata tak selalu untuk disatukan.
Cinta itu tidak selalu harus dimiliki.

Dan di hari itu, di bawah langit yang perlahan kehilangan cahaya, mereka berpisah bukan karena tak saling mencintai, tapi karena perasaan mereka terlalu tulus untuk dipaksakan hidup dalam dunia yang tak berpihak.

Kadang, cinta yang paling menyakitkan adalah cinta yang datang hanya untuk pergi setelah harapan mencapai puncaknya.

CERPEN : "Senja yang Tak Lagi Menyatu"

 "Senja yang Tak Lagi Menyatu"

Lima tahun lebih bukan waktu yang sebentar. Di sebuah rumah kayu kecil yang berdiri di pinggir kota, di bawah langit yang tak pernah benar-benar biru, Yculiya dan Iaonramua menyulam cinta dalam diam. Mereka tak bersuara di mata hukum, tak tercatat dalam buku sipil, namun jiwa mereka telah menikah dalam sunyi, di pelataran takdir yang mereka bangun sendiri.

Mereka pernah tertawa pada pagi hari yang sama. Pernah memasak mimpi di dapur sempit dengan dinding yang mulai lapuk. Pernah berselisih hanya karena merek kopi. Pernah saling memeluk karena bulan terlihat terlalu jauh.

Namun waktu, sebagaimana angin, tak selalu bertiup lembut.

Akhir-akhir ini, Yculiya lebih sering memandangi jendela daripada mata Iaonramua. Iaonramua lebih sering berbicara pada dirinya sendiri ketimbang pada perempuan yang dulu ia panggil rumah. Tidak ada pertengkaran besar, hanya keheningan yang makin lama makin menusuk.

Mereka mulai bicara dalam kode-kode pendek. “Sudah makan?” “Iya.” “Capek ya?” “Biasa.”

Cinta mereka tak mati, hanya tersesat di antara rutinitas dan luka-luka kecil yang tak sempat dibersihkan. Mereka saling mencintai, tetapi tidak lagi saling menemukan.

Hingga pada satu sore yang terlalu tenang, Yculiya berdiri dengan koper kecil dan mata yang tak menangis, tetapi juga tak tertawa. Iaonramua menatapnya dari ambang pintu, membeku seperti patung batu yang dilupakan.

"Aku pergi bukan karena berhenti mencintaimu," ujar Yculiya lirih, “tapi karena cinta ini terlalu banyak menahan kita dari tumbuh.”

Iaonramua mengangguk, pelan, nyaris tak terlihat. Di dadanya, badai berputar. Namun ia tahu: ada kalimat yang harus dihentikan sebelum menjadi terlalu panjang dan menyakitkan.

“Aku akan tetap mencarimu di dalam sunyi,” ucapnya, “bukan untuk kembali, tapi untuk memastikan kamu baik-baik saja.”

Lalu Yculiya pergi, tanpa pelukan terakhir. Ia tahu, pelukan itu bisa membuatnya lemah dan ingin menetap. Sedangkan yang mereka butuhkan adalah keberanian untuk berpisah, bukan alasan untuk tetap tinggal.

Senja itu, langit seperti ikut patah hati. Awan-awan menggantung seperti luka yang tak selesai. Dan di dalam rumah kayu yang kini setengah kosong, sisa-sisa kenangan bergema di antara dinding dan lantai.

Mereka pernah menjadi satu, dan kini menjadi dua yang saling menjauh. Namun cinta itu—meski tak lagi tinggal—tak pernah benar-benar hilang. Ia hanya berubah bentuk, menjadi keikhlasan yang diam-diam menguatkan.

Setelah Yculiya pergi, rumah itu tak lagi bersuara. Tak ada bunyi cangkir bersentuhan di pagi hari, tak ada suara langkah tergesa saat mengejar angkot, tak ada tawa kecil saat menonton acara lawas di televisi butut mereka. Hanya keheningan, dan aroma sabun mandi Yculiya yang masih melekat pada selimut.

Iaonramua tidak langsung membersihkan kamar. Ia membiarkan segala sesuatu tetap seperti sebelum perpisahan. Gantungan syal Yculiya yang masih bergoyang lembut di belakang pintu kamar mandi, dan secarik kertas belanja yang ia tempelkan di kulkas: “Jangan lupa beli teh dan pisang, ya. Kita belum selesai cerita kemarin.”

Cerita itu memang belum selesai. Tapi siapa bilang semua cerita harus punya akhir yang utuh?

Di sisi lain kota, Yculiya menyewa kamar kecil di lantai dua sebuah rumah indekos. Dindingnya tipis, suara dari kamar sebelah mudah menembus. Setiap malam ia tidur dengan jendela sedikit terbuka, membiarkan angin masuk, seolah berharap kabar dari Iaonramua bisa menyelinap lewat celah-celah udara.

Ia tak pernah benar-benar berhenti mencintainya. Tapi cinta yang dulu meneduhkan, kini berubah jadi beban yang menambat. Tak ada legalitas. Tak ada jaminan. Hanya janji-janji yang makin hari makin menua.

Mereka pernah bermimpi punya anak, punya kebun kecil, dan warung kopi bersama. Tapi realita menghantam dengan tagihan listrik, kerja lembur, dan tekanan dari keluarga yang tak pernah mengakui hubungan mereka.

Yculiya masih ingat malam pertama mereka tidur di rumah itu. Mereka hanya punya dua bantal dan satu lampu meja. Tapi dunia terasa cukup. Mereka tertawa sepanjang malam, membicarakan masa depan yang tampak indah dari kejauhan.

Namun masa depan tak pernah seindah bayangan. Dan hari-hari berlalu tanpa arah.

Tiga bulan setelah perpisahan, Yculiya menerima surat.

Tulisan tangan Iaonramua. Rapi. Dengan tinta hitam yang ia tahu berasal dari pulpen kesayangannya.

“Yculiya…
Aku masih mencintaimu. Tapi aku tak akan mencarimu. Karena aku ingin kau hidup dengan ringan, tanpa bayangku yang terus membebani langkahmu. Aku hanya ingin kau tahu—aku mencintaimu tidak untuk memilikimu, tapi untuk mendoakanmu setiap pagi, bahkan ketika kau tak lagi di sisiku.
Kalau suatu hari kita bertemu di jalan, cukup tatap mataku. Kalau kau tersenyum, aku tahu hatimu bahagia. Itu cukup bagiku.”

Yculiya tak menangis. Tapi surat itu ia lipat dengan hati-hati dan disimpan dalam kotak besi kecil, bersama foto mereka berdua di stasiun kereta—foto yang buram, tapi memuat tawa yang tak bisa dipalsukan.

Cinta mereka tak pernah mati. Hanya berubah rupa.

Kini mereka hidup sebagai dua bayang yang berjalan di jalur terpisah, namun selalu saling mendoakan dalam senyap.

Dan di senja-senja yang lambat, ketika langit kembali jingga seperti hari itu, mereka sama-sama tahu: tidak semua perpisahan berarti kehilangan. Kadang, itu adalah bentuk cinta paling jujur yang bisa diberikan.

Lima tahun telah berlalu sejak hari itu. Kota tumbuh dan berubah, sebagaimana manusia yang tinggal di dalamnya. Gedung-gedung tinggi menjulang seolah ingin menyentuh langit, sementara langkah-langkah di trotoar makin terburu oleh ambisi dan waktu.

Yculiya kini bekerja sebagai seorang accounting di perusahaan besar yang berkantor di lantai tiga puluh sebuah menara kaca. Hidupnya teratur, rapi, dan terencana. Ia mengenakan blazer netral, membawa laptop kerja ke mana pun ia pergi, dan jam makannya diatur nyaris seperti ritual.

Sementara itu, Iaonramua menjalani hari-hari sebagai guru sederhana di sebuah SMP pinggiran kota. Gajinya tidak besar, tapi cukup untuk menghidupi keluarganya. Ia naik motor tua ke sekolah, membawa buku-buku LKS, dan lebih sering mengenakan kemeja kusut yang digantung malam sebelumnya di dekat kipas angin.

Takdir mempertemukan mereka kembali di sebuah acara literasi yang diadakan Dinas Pendidikan kota. Yculiya hadir sebagai undangan perusahaan sponsor, Iaonramua sebagai pendamping murid yang membaca puisi.

Mereka bertemu bukan di pelukan, bukan dalam haru, tapi di antara tumpukan leaflet dan tenda sederhana. Pandangan mata mereka bersentuhan. Sekilas. Namun cukup membuat dada mereka bergetar, seperti lembaran lagu lama yang tak sengaja diputar ulang.

“Yculiya?” tanya Iaonramua, masih dengan suara yang rendah dan bersahaja.

“Hai,” jawab Yculiya, singkat tapi sarat makna. Senyumnya tidak gemetar. Ia sudah lama belajar menyimpan perasaan tanpa harus menguburnya.

“Kamu sekarang terlihat… mapan,” ujar Iaonramua, separuh bercanda, separuh kagum.

“Kamu juga,” Yculiya membalas. “Tetap sederhana, tapi tetap kamu.”

Mereka duduk sebentar di pinggir taman, memandang anak-anak sekolah yang berlarian. Tak banyak kata, tapi keheningan di antara mereka kini tak lagi berat. Sunyi itu sudah berdamai dengan waktu.

“Aku sudah menikah,” ucap Yculiya perlahan. “Dia baik. Pendiam. Tapi selalu pulang tepat waktu.”

Iaonramua tersenyum. “Aku juga. Istriku guru juga. Kami punya satu anak laki-laki. Namanya Amar. Dia senang matematika, dan… anehnya, suka akuntansi.”

Yculiya tertawa pelan. Tawanya masih sama. Dan Iaonramua tahu, suara itu akan selalu ia kenang, bahkan jika dunia telah melupakan mereka.

Mereka tak bicara soal masa lalu. Tak membuka luka lama. Tak mempertanyakan pilihan yang telah diambil.

Yculiya berdiri lebih dulu. Ia mengangguk lembut. “Terima kasih sudah pernah menjadi rumah, meski cuma sementara.”

Iaonramua menatapnya dalam. “Dan terima kasih sudah pergi. Karena kalau kamu tetap tinggal, mungkin kita tak pernah tumbuh seperti sekarang.”

Saat mereka berjalan menjauh ke arah yang berbeda, tak ada lagi yang tersisa selain ketulusan. Cinta mereka mungkin tak pernah selesai, tapi tak lagi menyakitkan.

Di dunia yang terus berjalan, mereka hanyalah dua orang yang pernah saling mencintai dengan utuh—dan kini saling melepaskan dengan lapang.

Karena cinta sejati bukan tentang siapa yang tinggal paling lama, tapi siapa yang paling ikhlas melepaskan tanpa menghapus kenangan.

Senin, 26 Mei 2025

Cerpen : Gerimis di Coban Rondo

Langit belum sepenuhnya cerah ketika mereka mulai melaju dari kota. Embun masih menempel di kaca helm, dan jalanan Batu masih sepi dari lalu-lalang wisatawan. Aroma tanah basah menyeruak, bercampur dengan bau kopi sachet yang sempat mereka beli dari warung kecil dekat terminal.

“Aku ingat pertama kali ke sini sama teman-teman SMA,” kata Dara sambil memeluk tas kecilnya. “Tapi baru kali ini, perginya sama kamu.”

Reno hanya tersenyum di balik helmnya. Tangannya tetap stabil memegang stang motor, namun hatinya mendadak hangat seperti uap teh hangat di pagi yang gerimis itu.

Jalanan menuju Coban Rondo berliku, tapi percakapan mereka tak pernah kehilangan arah. Dara bercerita tentang masa kecilnya, tentang impian-impian lucu yang dulu ingin jadi astronot, lalu berubah jadi penyiar radio. Reno tertawa, menyelipkan beberapa godaan ringan tentang betapa cerewetnya Dara sekarang, seolah itu latihan jadi penyiar.

Kadang mereka diam. Kadang mereka tertawa keras. Kadang, ada percikan cemburu yang menyelinap ketika Reno tanpa sengaja menyebut nama mantannya.

“Aku nggak nyangka kamu pernah ngajak dia ke sini juga,” kata Dara, pelan.

Reno menoleh sebentar, lalu berkata, “Tapi hari ini, yang ada di jok belakang cuma kamu, bukan dia.”

Dan Dara diam. Karena kalimat itu cukup untuk menenangkan badai kecil di hatinya.

Sampai akhirnya, suara gemuruh air terjun menyambut mereka. Kabut tipis menari-nari di antara pepohonan pinus, dan air jatuh dari tebing tinggi seperti tirai dari surga. Gerimis belum juga berhenti, tapi justru di situlah kehangatan terasa. Mereka duduk berdua di bangku kayu basah, berbagi sepotong roti, sambil menyaksikan alam bicara dalam denting air dan semilir angin.

Tak ada janji besar. Tak ada pelukan panjang. Tapi tangan mereka saling menggenggam, seolah mengerti bahwa hari itu terlalu indah untuk diakhiri.

Namun waktu terus bergerak, dan langit mulai gelap. Jalan pulang bukan hanya sekadar kembali ke kota, tapi kembali ke kenyataan—bahwa mereka belum bisa bersama sepenuhnya. Ada dinding yang belum bisa mereka runtuhkan. Ada jarak yang belum bisa mereka seberangi.

Motor kembali melaju turun bukit, membelah udara dingin. Hujan kecil membasahi jaket dan diam-diam juga membasahi hati yang mulai berat.

“Kalau bisa, aku ingin hari ini nggak berakhir,” bisik Dara dari belakang.

Reno tidak menjawab. Tapi genggamannya di tangan Dara semakin erat.

Mereka tahu, akan ada waktu lain. Mungkin bukan besok. Mungkin bukan minggu depan. Tapi satu hari nanti, mereka akan kembali lagi ke tempat ini, dengan hati yang lebih pasti, dan cinta yang lebih berani.

Untuk sekarang, mereka cukup bahagia karena telah saling memilih… meski untuk sementara harus kembali menjadi dua orang asing di dunia yang tak selalu berpihak pada cinta.

PERENCANAAN PEMBELAJARAN MENDALAM TERINTEGRASI DENGAN ADIWIYATA KONSERVASI AIR IPS Kelas 9 (Peristiwa penting dalam sejarah global (Terintegrasi dengan materi adiwiyata konservasi air)

 

PERENCANAAN PEMBELAJARAN MENDALAM

TERINTEGRASI DENGAN ADIWIYATA KONSERVASI AIR

 

SEKOLAH                                       : SMPN 8 Malang

NAMA GURU                                 : Drs. Sumarno

MATA PELAJARAN                       : IPS

KELAS / SEMESTER / FASE           : IX / 1 / D

ALOKASI WAKTU                         : 2 X (3 x 45) menit

MATERI                                           :  Peristiwa penting dalam sejarah global (Terintegrasi dengan materi adiwiyata konservasi air)

§  Globalisasi

§  Tantangan diera global

 

 

 

 

 

 

 

 

IDENTIFIKASI

 

 

 

 

 

 

 

 

Peserta Didik

Identifikasi Kesiapan Sebelum Belajar Peserta Didik Kelas IX SMPN 8 Malang

Materi: Peristiwa Penting dalam Sejarah Global (Globalisasi dan Tantangan di Era Global)

Terintegrasi dengan Materi Adiwiyata: Konservasi Air

 

1. Aspek Pengetahuan Awal

  • Globalisasi:
    • Sebagian siswa telah mengenal istilah globalisasi dari pelajaran sebelumnya dan pengalaman sehari-hari, seperti belanja online, tren media sosial, dan budaya global (musik, fashion).
    • Masih ada pemahaman yang dangkal tentang bagaimana sejarah global (perang dunia, kolonialisme, revolusi industri) berkaitan dengan kemunculan globalisasi.
  • Tantangan Global:
    • Siswa mengenali beberapa tantangan global seperti perubahan iklim, kemiskinan, dan ketimpangan teknologi, namun belum memahami keterkaitan sejarah dan dampaknya secara sistemik.
  • Konservasi Air (Adiwiyata):
    • Peserta didik telah diperkenalkan pada pentingnya konservasi air melalui program Adiwiyata sekolah.
    • Beberapa siswa telah terlibat dalam kegiatan seperti hemat air, pembuatan lubang biopori, atau pemanfaatan air hujan, namun belum memahami isu ini dalam konteks global.

 

2. Aspek Minat Belajar

  • Minat terhadap sejarah meningkat saat topik dikaitkan dengan peristiwa global yang relevan dan kehidupan nyata, seperti krisis air di negara lain atau global warming.
  • Minat tinggi terhadap isu lingkungan hidup di kalangan siswa yang aktif dalam kegiatan Adiwiyata.
  • Peserta didik cenderung lebih termotivasi jika pembelajaran disampaikan melalui media interaktif, film dokumenter, diskusi kelompok, dan proyek nyata seperti kampanye hemat air.

 

3. Aspek Latar Belakang Sosial dan Budaya

  • Sebagian besar peserta didik berasal dari latar belakang sosial ekonomi menengah, memiliki akses terhadap internet dan media sosial, serta akrab dengan isu-isu global.
  • Siswa terbiasa dengan budaya kolektif di sekolah yang mendukung kegiatan lingkungan, seperti kerja bakti, tanam pohon, dan pengolahan limbah.
  • Tingkat kesadaran terhadap pentingnya air bersih cukup tinggi, terutama di wilayah sekolah yang pernah mengalami krisis air musiman.

 

4. Aspek Kebutuhan Belajar

  • Kebutuhan pembelajaran kontekstual dan lintas disiplin: siswa membutuhkan penghubung konkret antara sejarah global, globalisasi, dan isu lingkungan seperti kelangkaan air.
  • Membutuhkan pemahaman mendalam tentang bagaimana perkembangan global mempengaruhi sumber daya lokal, misalnya bagaimana industrialisasi dan urbanisasi (hasil dari globalisasi) dapat menyebabkan krisis air.
  • Membutuhkan dukungan visual dan praktik langsung (misalnya, studi kasus krisis air di Afrika atau Jakarta, debat tentang privatisasi air, proyek konservasi air di sekolah).
  • Perlu pelatihan berpikir kritis dan reflektif terhadap pilihan gaya hidup pribadi dalam menghadapi tantangan global.

 

5. Aspek Lainnya (Psikologis dan Emosional)

  • Siswa kelas IX sedang berada dalam masa perkembangan sosial-emosional yang kompleks. Mereka mencari makna dari isu-isu besar seperti keadilan sosial, perubahan iklim, dan masa depan dunia.
  • Sebagian siswa merasa cemas terhadap masa depan, terutama terkait isu lingkungan dan keberlanjutan.
  • Diperlukan pembelajaran yang memberdayakan, yang menunjukkan bahwa mereka bisa berkontribusi (misalnya melalui kampanye hemat air, membuat poster edukatif, atau membuat solusi lokal berbasis sejarah dan teknologi).

 

Simpulan dan Implikasi Pembelajaran

Untuk mengoptimalkan pembelajaran IPS pada materi Peristiwa Penting dalam Sejarah Global, dengan integrasi Adiwiyata (konservasi air):

Gunakan pendekatan tematik yang menghubungkan sejarah global (revolusi industri, perang dunia, modernisasi) dengan dampaknya terhadap sumber daya air.

Integrasikan isu Adiwiyata melalui studi kasus nyata, misalnya:

  • Krisis air bersih di negara berkembang (Afrika, India, Amerika Latin).
  • Dampak perubahan iklim akibat industrialisasi global terhadap sumber air.
  • Perbandingan pengelolaan air antara negara maju dan berkembang.

 Gunakan model pembelajaran aktif, seperti:

  • Project Based Learning: membuat kampanye konservasi air berbasis sejarah.
  • Debat atau simulasi: negara-negara berunding tentang krisis air global.
  • Infografis sejarah dan tantangan air: dari revolusi industri ke era modern.

 Fasilitasi refleksi nilai dan aksi nyata melalui keterlibatan dalam kegiatan konservasi air di sekolah (seperti audit air, jurnal pemakaian air, atau lomba inovasi penghematan air).

 

Materi Pelajaran

1. Pengetahuan Faktual

Pengetahuan faktual mencakup informasi dasar yang perlu diketahui siswa sebelum memahami konsep yang lebih kompleks.

  • Globalisasi: Siswa perlu mengetahui pengertian globalisasi secara sederhana, seperti bagaimana pertukaran barang, informasi, dan budaya terjadi lintas negara. Ini penting agar mereka memahami mengapa mereka bisa menikmati produk dari luar negeri, atau berinteraksi dengan budaya lain melalui media sosial.
  • Peristiwa sejarah penting: Siswa harus mengetahui peristiwa-peristiwa besar seperti Revolusi Industri, Perang Dunia, dan pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Informasi ini menjadi dasar untuk menjelaskan mengapa globalisasi muncul dan berkembang.
  • Fakta krisis air global: Siswa diperkenalkan pada data tentang negara-negara yang mengalami kelangkaan air, jumlah penduduk yang terdampak, serta fakta tentang konsumsi air secara global. Ini berkaitan langsung dengan kehidupan mereka, misalnya dalam memahami mengapa mereka diminta menghemat air di sekolah dan rumah.

 

2. Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan ini mencakup pemahaman hubungan antara berbagai ide dan konsep.

  • Konsep globalisasi: Siswa diajak memahami bahwa globalisasi mencakup lebih dari sekadar pertukaran barang. Ia juga mencakup integrasi budaya, ekonomi, dan teknologi yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan, termasuk lingkungan.
  • Konsep tantangan global: Globalisasi tidak hanya membawa manfaat, tapi juga tantangan seperti kesenjangan sosial, eksploitasi sumber daya, dan krisis lingkungan. Siswa diajak memahami bahwa globalisasi memiliki konsekuensi yang kompleks.
  • Konsep konservasi air: Siswa mempelajari bahwa air adalah sumber daya yang terbatas dan penggunaannya harus dijaga agar berkelanjutan. Mereka memahami bahwa konservasi air bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab individu.
  • Keterkaitan sejarah-globalisasi-lingkungan: Siswa dibimbing untuk melihat bahwa perkembangan global yang dimulai sejak Revolusi Industri telah menyebabkan peningkatan konsumsi air dan pencemaran lingkungan. Ini membantu mereka mengaitkan pelajaran sejarah dengan isu lingkungan masa kini.

 

3. Pengetahuan Prosedural

Jenis pengetahuan ini berhubungan dengan langkah-langkah dan teknik dalam mempelajari serta menerapkan suatu konsep.

  • Menganalisis dampak globalisasi: Siswa belajar cara menggunakan alat bantu seperti peta konsep, diagram sebab-akibat, atau studi kasus untuk melihat hubungan antara globalisasi dan masalah lingkungan.
  • Melakukan tindakan konservasi air: Siswa mengetahui dan mempraktikkan langkah-langkah konkret seperti menutup keran saat tidak digunakan, membuat lubang biopori, atau memanfaatkan air hujan untuk menyiram tanaman. Ini adalah bentuk penerapan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.
  • Menyusun kampanye sosial: Siswa diajak membuat poster, slogan, atau video pendek yang mengampanyekan hemat air sebagai bentuk respons terhadap tantangan global. Ini juga membangun keterampilan komunikasi dan kepedulian sosial.
  • Membuat kronologi sejarah: Siswa belajar menyusun urutan peristiwa sejarah global yang memengaruhi kondisi dunia saat ini, termasuk munculnya krisis lingkungan akibat industrialisasi dan globalisasi.

 

4. Pengetahuan Metakognitif

Pengetahuan ini mencakup kesadaran siswa terhadap cara mereka belajar, serta kemampuan mengevaluasi dan mengatur proses belajarnya sendiri.

  • Kesadaran gaya belajar: Siswa mulai memahami bagaimana mereka paling efektif belajar—apakah dengan membaca, berdiskusi, menonton video, atau membuat proyek—sehingga mereka bisa lebih mandiri dan terarah dalam belajar.
  • Refleksi atas peran pribadi dalam isu global: Siswa diajak merenungkan pertanyaan seperti: “Apakah saya sudah berperilaku hemat air?” atau “Apa yang bisa saya lakukan untuk mengurangi dampak negatif globalisasi terhadap lingkungan?”. Ini menumbuhkan tanggung jawab pribadi dan kepedulian.
  • Pengambilan keputusan etis: Siswa dilatih untuk berpikir kritis dalam mengambil keputusan, misalnya saat menghadapi teman yang boros air atau saat harus memilih antara produk ramah lingkungan dan produk murah tapi boros sumber daya.

 

Dimensi Profil Lulusan (DPL)

Pilihlah dimensi profil lulusan yang akan dicapai dalam pembelajaran

 

         DPL 1 

Keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa                     

         DPL 2

Kewargaan                      

         DPL 3

Penalaran Kritis

         DPL 4

Kreativitas

 

         DPL 5

Kolaborasi

         DPL 6

Kemandirian

         DPL 7

Kesehatan

         DPL 8

         Komunikasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DESAIN PEMBELAJARAN

Capaian Pembelajaran

Peserta didik memahami upaya masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya melalui kegiatan ekonomi, harga, pasar, lembaga keuangan, perdagangan internasional, peran masyarakat dan negara dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di era digital, serta potensi Indonesia menjadi negara maju

Lintas Disiplin Ilmu

Integrasi Lintas Disiplin Ilmu untuk Materi Globalisasi dan Konservasi Air (SMP Kelas IX)

1. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) – Sejarah & Geografi

  • Fokus: Memahami latar belakang globalisasi, peristiwa penting seperti Revolusi Industri, serta dampak globalisasi terhadap lingkungan dan masyarakat.
  • Keterkaitan konservasi air: Globalisasi menyebabkan industrialisasi yang meningkatkan konsumsi air dan pencemaran. Geografi menjelaskan distribusi air dan wilayah yang rawan krisis air.

2. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

  • Fokus: Menjelaskan siklus air, sumber air bersih, dampak pencemaran air, dan konservasi sumber daya alam.
  • Keterkaitan konservasi air: IPA membekali siswa dengan pengetahuan ilmiah tentang bagaimana air tercemar, bagaimana konservasi dilakukan (misalnya dengan biopori, filtrasi air), dan bagaimana perubahan iklim memperparah krisis air.

3. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)

  • Fokus: Menumbuhkan sikap tanggung jawab terhadap lingkungan dan kepedulian sosial sebagai bagian dari warga negara global.
  • Keterkaitan konservasi air: Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam menjaga lingkungan, seperti menghemat air sebagai wujud pengamalan nilai Pancasila (sila ke-2 dan ke-5).

4. Bahasa Indonesia

  • Fokus: Mengembangkan kemampuan literasi siswa melalui teks eksplanasi, deskripsi, dan argumentasi tentang globalisasi dan isu lingkungan.
  • Keterkaitan konservasi air: Siswa dapat menulis artikel, pidato, atau laporan kampanye hemat air dengan mengintegrasikan isu global dan lokal.

5. Matematika

  • Fokus: Menggunakan data dan grafik untuk membaca tren konsumsi air, perubahan suhu global, atau statistik krisis air di dunia.
  • Keterkaitan konservasi air: Siswa dapat menghitung rata-rata penggunaan air per hari, memprediksi dampak jika kebiasaan boros air terus terjadi, dan menginterpretasikan data lingkungan.

6. Bahasa Inggris

  • Fokus: Membaca dan memahami teks nonfiksi tentang isu globalisasi dan lingkungan, serta membuat presentasi atau kampanye berbahasa Inggris.
  • Keterkaitan konservasi air: Mengenalkan kosakata dan wawasan global tentang water crisis, sustainability, dan environmental responsibility.

7. Seni Budaya / Prakarya

  • Fokus: Membuat media edukatif, poster, desain infografis, atau alat penghemat air sederhana.
  • Keterkaitan konservasi air: Siswa dapat menciptakan karya kreatif yang mengajak masyarakat untuk menghemat air, sekaligus menyalurkan ekspresi seni dan keterampilan tangan.

8. Informatika / TIK

  • Fokus: Menggunakan teknologi untuk mencari informasi, membuat presentasi multimedia, atau simulasi dampak globalisasi terhadap lingkungan.
  • Keterkaitan konservasi air: Siswa dapat membuat video kampanye hemat air atau simulasi interaktif krisis air global melalui aplikasi digital.

 

Penerapan Lintas Disiplin dalam Kegiatan Belajar

Proyek Tematik: "Air untuk Masa Depan"

  • IPS → Siswa menyusun kronologi globalisasi dan melihat dampaknya terhadap sumber daya air dunia.
  • IPA → Menganalisis penyebab pencemaran air dan membuat alat pemurni sederhana.
  • Bahasa Indonesia → Menulis artikel atau esai tentang solusi krisis air.
  • Matematika → Menghitung efisiensi penggunaan air di rumah/sekolah.
  • PPKn → Mendesain aksi nyata berbasis nilai tanggung jawab dan gotong royong.
  • TIK/Seni → Membuat poster digital atau video kampanye “Hemat Air Dimulai dari Sekarang”.

 

Tujuan Pembelajaran

1.     Peserta didik dapat menjelaskan pengertian globalisasi dan menyebutkan minimal dua ciri-cirinya secara lisan maupun tulisan.

2.     Peserta didik dapat mengidentifikasi minimal tiga peristiwa penting dalam sejarah global yang berpengaruh terhadap terjadinya globalisasi.

3.     Peserta didik dapat menganalisis dampak globalisasi terhadap lingkungan, khususnya dalam hal penggunaan dan pencemaran air.

4.     Peserta didik dapat memberikan minimal dua contoh tindakan nyata dalam konservasi air sebagai respon terhadap tantangan global.

5.     Peserta didik dapat menyusun poster atau kampanye sederhana tentang pentingnya hemat air di era globalisasi sebagai bagian dari program Adiwiyata.

 

Topik Pembelajaran

"Globalisasi dan Tantangan Krisis Air: Belajar dari Sejarah untuk Menjaga Bumi"

Penjabaran Topik :

Topik ini mengajak peserta didik untuk memahami proses globalisasi melalui peristiwa sejarah penting dunia, sekaligus menyadari tantangan lingkungan hidup yang muncul, terutama terkait dengan krisis air bersih. Melalui pendekatan Adiwiyata, siswa didorong untuk berperan aktif dalam konservasi air sebagai bagian dari tanggung jawab global.

 

Praktik Pedagogis

Model Pembelajaran:

Project-Based Learning (PjBL)
Model ini mendorong siswa menyelesaikan proyek nyata yang relevan dengan kehidupan mereka, seperti membuat kampanye konservasi air berbasis isu globalisasi.

 

Strategi Pembelajaran:

Inkuiri dan Kolaboratif
Siswa diajak untuk menyelidiki sendiri dampak globalisasi melalui sumber sejarah dan data lingkungan, lalu berdiskusi dan bekerja sama dalam tim untuk merumuskan solusi.

 

Metode Pembelajaran:

  1. Diskusi Kelompok:
    Mendorong komunikasi dan penalaran kritis saat siswa menganalisis peristiwa sejarah dan dampaknya terhadap lingkungan.
  2. Studi Kasus:
    Menggali contoh nyata krisis air di berbagai negara akibat globalisasi, untuk membangun kesadaran dan pembelajaran bermakna.
  3. Pembuatan Poster/Kampanye:
    Mengembangkan kreativitas dan komunikasi siswa dalam menyampaikan pesan konservasi air dalam konteks global.
  4. Presentasi Karya Proyek:
    Siswa menyampaikan hasil analisis dan solusi mereka secara menarik dan interaktif, menciptakan suasana menggembirakan dan membangun rasa percaya diri.

 

Kemitraan Pembelajaran

1. Kemitraan dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang

  • Tujuan: Memberikan data dan informasi tentang kondisi air dan lingkungan di Malang serta program konservasi yang sedang berjalan.
  • Manfaat: Siswa dapat belajar langsung dari narasumber ahli dan mengaitkan globalisasi dengan tantangan lokal.

2. Kemitraan dengan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum)

  • Tujuan: Memberikan pemahaman tentang proses distribusi air bersih, tantangan ketersediaan air, dan kampanye hemat air.
  • Manfaat: Mendukung pembelajaran bermakna melalui kunjungan lapangan atau pemaparan langsung dari pihak PDAM.

3. Kemitraan dengan Komite Sekolah / Orang Tua

  • Tujuan: Mengajak orang tua mendukung aksi hemat air di rumah dan proyek siswa.
  • Manfaat: Menumbuhkan kesadaran kolektif, memperkuat hubungan rumah–sekolah, dan memperluas dampak pembelajaran.

4. Kemitraan dengan Guru Mapel Lain (IPA, Bahasa Indonesia, Seni)

  • Tujuan: Menyusun proyek pembelajaran lintas mata pelajaran.
  • Manfaat: Menguatkan keterkaitan antarmateri dan memperkaya sudut pandang siswa.

5. Kemitraan dengan Mahasiswa PPL/PPG atau Alumni Sekolah

  • Tujuan: Menghadirkan figur muda yang dekat dengan siswa sebagai fasilitator diskusi atau mentor proyek.
  • Manfaat: Menciptakan suasana pembelajaran yang menggembirakan dan lebih interaktif.

 

Lingkungan Pembelajaran

Lingkungan Pembelajaran yang Direkomendasikan

1. Lingkungan Fisik

  • Ruang kelas yang fleksibel dan nyaman: Disusun agar mendukung diskusi kelompok, presentasi proyek, dan pameran karya.
  • Pojok Adiwiyata: Area kecil di kelas atau sekolah yang memajang informasi kampanye hemat air, sejarah lingkungan, dan aksi siswa.
  • Area luar kelas (halaman sekolah, taman, area biopori, atau kebun sekolah): Digunakan untuk observasi langsung, refleksi dampak globalisasi terhadap alam, atau praktik konservasi air.

2. Lingkungan Sosial dan Emosional

  • Suasana kelas yang terbuka dan inklusif: Siswa bebas menyampaikan pendapat, bekerja sama, dan menghargai perbedaan.
  • Budaya kelas yang kolaboratif: Didorong dengan kerja tim dalam proyek lintas mata pelajaran dan kegiatan aksi nyata.
  • Kegiatan reflektif: Memberikan ruang kepada siswa untuk merenungkan dampak globalisasi, gaya hidup terhadap lingkungan, serta kontribusi pribadi dalam konservasi air.

Pemanfaatan Digital

Lingkungan Digital

  • Platform pembelajaran daring (Google Classroom, Padlet, Canva, atau blog sekolah): Untuk diskusi, pengumpulan tugas, presentasi proyek, dan berbagi ide lintas kelas.
  • Media visual interaktif (video, infografis, simulasi globalisasi, dan peta krisis air dunia): Membantu siswa memahami materi secara kontekstual dan menarik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENGALAMAN BELAJAR

AWAL (tuliskan prinsip pembelajaran yang digunakan, misal berkesadaran, bermakna, menggembirakan)

Orientasi Bermakna
Guru menyapa hangat siswa dan menjelaskan tujuan pembelajaran hari ini secara singkat, yaitu memahami bagaimana peristiwa sejarah global memengaruhi tantangan lingkungan, khususnya konservasi air di era globalisasi.

Apersepsi Kontekstual
Guru memutar video singkat (2–3 menit) tentang krisis air di beberapa negara akibat globalisasi dan dampaknya terhadap masyarakat. Setelah itu, guru mengajukan pertanyaan pemancing seperti:

  • "Apa yang kalian ketahui tentang globalisasi dan kaitannya dengan lingkungan?"
  • "Bagaimana penggunaan air di sekitar kita sehari-hari terpengaruh oleh perkembangan dunia?"

Motivasi Menggembirakan
Guru mengajak siswa berdiskusi singkat secara berkelompok kecil untuk berbagi pengalaman mereka tentang penghematan air di rumah atau sekolah. Kemudian, guru menantang siswa dengan kalimat motivasi:
“Kita akan belajar bagaimana sejarah global membawa tantangan sekaligus peluang untuk kita semua menjaga bumi, terutama melalui tindakan kecil seperti menghemat air. Yuk, kita mulai petualangan belajar yang seru ini!”

 

INTI

Pada tahap ini, siswa aktif terlibat dalam pengalaman belajar memahami, mengaplikasi, dan merefleksi. Guru menerapkan prinsip pembelajaran berkesadaran, bermakna, menyenangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pengalaman belajar tidak harus dilaksanakan dalam satu kali pertemuan.

 

Memahami (Bermakna, Berkesadaran) 40 menit

  • Aktivitas:
    • Guru membuka dengan video pendek atau infografis interaktif tentang globalisasi dan dampaknya terhadap lingkungan, khususnya krisis air.
    • Diskusi kelas terarah: Guru ajukan pertanyaan pemantik yang menuntut siswa berpikir kritis, seperti "Bagaimana peristiwa sejarah global memicu perubahan yang memengaruhi ketersediaan air?"
    • Siswa membuat peta konsep secara berkelompok tentang hubungan globalisasi, tantangan lingkungan, dan konservasi air.
  • Prinsip Mindful: Guru mendorong siswa fokus penuh, mendengarkan dengan seksama, dan menghargai pendapat teman.
  • Output: Peta konsep yang menggambarkan pemahaman mereka.

Mengaplikasi (Menggembirakan) 35 menit

Aktivitas:

  • Siswa dibagi kelompok, masing-masing mendapat studi kasus nyata tentang krisis air di beberapa negara akibat globalisasi (misal: pencemaran sungai, krisis air minum).
  • Tugas kelompok:
    • Menganalisis masalah secara kritis.
    • Merancang solusi kreatif dan realistis yang dapat dilakukan di lingkungan sekolah/sehari-hari untuk konservasi air (misalnya kampanye hemat air, pembuatan biopori, penggunaan teknologi sederhana).
  • Membuat poster kampanye hemat air menggunakan media digital atau manual.
  • Presentasi singkat hasil karya kelompok di depan kelas, dilanjutkan sesi tanya jawab untuk mengasah komunikasi dan penalaran kritis.

 Prinsip Meaningful dan Joyful:

  • Aktivitas kontekstual dan relevan dengan kehidupan nyata siswa.
  • Proses kreatif yang menyenangkan dan interaktif dengan kerja kelompok dan presentasi.

 

Merefleksi (Berkesadaran)

  • Aktivitas:
    • Siswa menulis jurnal refleksi singkat mengenai:
      • Apa yang mereka pelajari tentang globalisasi dan konservasi air.
      • Bagaimana mereka bisa menerapkan tindakan hemat air di kehidupan sehari-hari.
      • Perasaan mereka selama proses pembelajaran (apakah mereka merasa termotivasi dan senang).
    • Guru memfasilitasi diskusi reflektif singkat secara terbuka tentang pentingnya tanggung jawab individu dan kolektif menjaga lingkungan.
    • Menutup dengan pernyataan motivasi guru yang menguatkan kesadaran berkelanjutan siswa terhadap lingkungan.
  • Prinsip Mindful dan Meaningful:
    • Memberi ruang bagi siswa untuk menyadari proses belajar dan maknanya bagi kehidupan pribadi dan sosial.

 

Hasil yang Diharapkan:

  • Kreatif: Siswa menghasilkan solusi inovatif dan karya kampanye yang menarik.
  • Komunikatif: Siswa mampu menyampaikan ide dan berdiskusi secara aktif.
  • Penalaran Kritis: Siswa mampu menganalisis masalah dan menyusun solusi logis.

 

PENUTUP (berkesadaran, bermakna) 5 menit

  1. Refleksi Materi
    Guru mengajak siswa untuk bersama-sama mengulas kembali poin-poin penting materi, misalnya dengan bertanya:
    • "Apa hal paling menarik yang kalian pelajari tentang globalisasi dan tantangan lingkungan terkait konservasi air?"
    • "Bagaimana peristiwa sejarah global memengaruhi cara kita mengelola sumber daya air?"
  2. Refleksi Akhir Pembelajaran
    Siswa diminta secara singkat menyampaikan perasaan dan pengalaman belajar hari ini, misalnya melalui satu kalimat reflektif atau sharing secara bergiliran:
    • "Apa yang membuat kalian semangat selama pembelajaran ini?"
    • "Apa yang akan kalian lakukan mulai sekarang untuk membantu konservasi air di lingkungan sekitar?"
  3. Motivasi
    Guru memberikan motivasi dan penguatan, seperti:
    “Ingatlah, perubahan besar dimulai dari tindakan kecil. Dengan memahami sejarah dan tantangan global, kalian sudah siap menjadi agen perubahan yang peduli lingkungan dan masa depan bumi. Teruslah berkreasi dan berbagi kebaikan!”
  4. Tugas untuk Pertemuan Berikutnya
    • Membuat jurnal atau laporan singkat tentang kegiatan penghematan air yang sudah dilakukan selama seminggu di rumah atau sekolah.
    • Membawa satu contoh berita atau artikel terbaru tentang dampak globalisasi terhadap lingkungan, khususnya air, untuk didiskusikan bersama.

 

 

ASESMEN PEMBELAJARAN

Asesmen pada Awal Pembelajaran

Jenis dan Bentuk Instrumen Asesmen Awal

  • Jenis: Penilaian diagnostik (pre-assessment)
  • Bentuk: Kuesioner singkat pilihan ganda dan isian singkat (kombinasi)
  • Tujuan: Mengukur pengetahuan awal, minat, dan sikap siswa terkait materi dan isu konservasi air secara cepat dan efektif.

 

Instrumen Asesmen Awal (5 Pertanyaan/Pernyataan)

  1. Apa yang kamu ketahui tentang globalisasi?
    a. Proses yang membuat negara saling terhubung secara ekonomi, sosial, dan budaya
    b. Peristiwa sejarah di masa lampau saja
    c. Hanya tentang teknologi saja
    d. Tidak tahu
  2. Menurut kamu, apakah globalisasi bisa memengaruhi lingkungan hidup?
    a. Ya, bisa membawa dampak positif dan negatif
    b. Tidak, hanya berpengaruh pada ekonomi
    c. Tidak tahu
  3. Apa yang kamu ketahui tentang konservasi air?
    (Isian singkat) Jelaskan dengan kata-katamu sendiri.
  4. Apakah kamu pernah melakukan tindakan hemat air di rumah atau sekolah?
    a. Ya, sering
    b. Kadang-kadang
    c. Tidak pernah
  5. Seberapa tertarik kamu mempelajari tentang tantangan lingkungan di era globalisasi?
    Skala 1–5 (1 = sangat tidak tertarik, 5 = sangat tertarik)

Asesmen pada Proses Pembelajaran

Jenis dan Bentuk Instrumen Asesmen Formatif

  • Jenis: Penilaian formatif (proses)
  • Bentuk:
    • Observasi aktivitas diskusi dan kerja kelompok
    • Kuis singkat isian pilihan ganda dan jawaban singkat
    • Refleksi diri singkat (exit ticket)
  • Tujuan: Menilai pemahaman, keterampilan komunikasi, kreativitas, dan penalaran kritis secara langsung selama pembelajaran.

 

Contoh Instrumen Asesmen Formatif

  1. Observasi Guru saat Diskusi Kelompok
    • Aspek yang diamati:
      • Partisipasi aktif siswa
      • Kemampuan mengemukakan pendapat dan mendengarkan teman
      • Kreativitas dalam merancang solusi konservasi air
      • Penalaran kritis dalam menganalisis masalah
  2. Kuis Singkat (5 Menit)
    • Contoh soal pilihan ganda dan isian singkat:
      a. Sebutkan satu contoh dampak globalisasi terhadap lingkungan!
      b. Jelaskan satu cara yang dapat kamu lakukan untuk menghemat air di sekolah!
  3. Exit Ticket (Refleksi Singkat sebelum Pulang)
    • Siswa menuliskan:
      • Satu hal baru yang mereka pelajari hari ini
      • Satu hal yang masih ingin mereka ketahui lebih lanjut
      • Satu tindakan yang akan mereka lakukan terkait konservasi air

 

Catatan

  • Instrumen ini mudah diterapkan tanpa membebani siswa.
  • Data dari observasi dan kuis membantu guru menyesuaikan strategi pembelajaran selanjutnya.
  • Exit ticket meningkatkan kesadaran siswa tentang proses belajar mereka sendiri.

Asesmen pada Akhir Pembelajaran

Jenis dan Bentuk Instrumen Asesmen Sumatif

  • Jenis: Penilaian sumatif (akhir)
  • Bentuk: Tes tertulis kombinasi pilihan ganda dan esai singkat, atau tugas proyek sederhana
  • Tujuan: Mengukur pemahaman konseptual, kemampuan analisis, dan penerapan solusi terkait isu globalisasi dan konservasi air.

 

Instrumen Asesmen Sumatif

  1. Soal Pilihan Ganda (3–5 butir)
    • Contoh:
      a. Regulasi apa yang paling penting untuk mendukung konservasi air di era globalisasi?
      b. Infrastruktur apa yang bisa membantu mengatasi krisis air akibat dampak globalisasi?
      c. Mengapa pendidikan tentang konservasi air penting dalam menghadapi tantangan global?
  2. Soal Esai Singkat (2–3 butir)
    • Contoh:
      a. Jelaskan hubungan antara globalisasi dan tantangan konservasi air di Indonesia!
      b. Berikan contoh bagaimana regulasi, infrastruktur, dan pendidikan bisa bersinergi dalam menjaga kelestarian sumber daya air!
      c. Buatlah rekomendasi tindakan yang dapat dilakukan siswa di sekolah untuk mendukung program Adiwiyata dalam konservasi air!
  3. Tugas Proyek (Opsional, sebagai pengayaan)
    • Siswa membuat poster atau video pendek yang menjelaskan peran regulasi, infrastruktur, dan pendidikan dalam konservasi air di era global.
    • Presentasi hasil proyek di depan kelas atau melalui platform digital sekolah.

Asesmen dalam pembelajaran mendalam disesuaikan dengan assessment as learning, assessment for learning, dan assessment of learning. Tentukan metode atau cara yang digunakan secara komprehensif untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik. Contoh: Tes tertulis, Tes lisan, Penilaian Kinerja, Penilaian Proyek, Penilaian Produk, Observasi, Portofolio, Peer Assessment, Self Assessment, penilaian berbasis kelas, dan sebagainya.

 

 

Mengetahui,

Kepala SMP Negeri 8 Malang

 

 

 

Sri Nuryani M.Pd.

NIP. 19661116 199003 2 009            

 

 

 

Malang,   14 April  2025

Guru Mata Pelajaran

 

 

Drs Sumarno.

NIP. 1966308 200501 1 006

 

 

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD)

 

Mata Pelajaran                                    : IPS
Kelas                                                   : IX
Materi                                                 : Peristiwa Penting dalam Sejarah Global (Globalisasi dan Tantangan di Era Global)
Tema Terintegrasi                               : Adiwiyata dan Isu Konservasi Air
Jenis Kegiatan                                     : Kerja Kelompok

 

Petunjuk:

Kerjakan tugas ini secara berkelompok (4–5 siswa). Diskusikan setiap pertanyaan dengan baik, lalu buat kesimpulan kelompok. Presentasikan hasil diskusi secara singkat di depan kelas.

 

A. Analisis Kasus

Kelompokmu akan menganalisis kasus berikut:

Kasus:
Di beberapa negara, globalisasi menyebabkan peningkatan produksi industri yang tidak ramah lingkungan. Akibatnya, banyak sungai tercemar dan sumber air bersih menipis. Regulasi dan infrastruktur yang kurang memadai membuat masalah ini semakin sulit diatasi.

Tugas:

  1. Identifikasi tiga dampak negatif globalisasi terhadap sumber daya air berdasarkan kasus di atas.
  2. Jelaskan bagaimana regulasi dapat membantu mengatasi masalah tersebut. Berikan contoh konkret dari Indonesia atau negara lain.
  3. Sebutkan jenis infrastruktur yang bisa dibangun untuk mendukung konservasi air di tengah tantangan globalisasi.
  4. Bagaimana peran pendidikan lingkungan (seperti program Adiwiyata) dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga air?
  5. Buatlah rencana aksi sederhana yang bisa dilakukan oleh siswa di sekolah untuk membantu konservasi air dan mendukung program Adiwiyata.

 

B. Kreativitas Kelompok

Buatlah salah satu dari pilihan berikut sebagai bentuk karya kelompok:

  • Poster kampanye hemat air dan pentingnya menjaga lingkungan di era globalisasi.
  • Pidato singkat yang mengajak teman-teman menjaga air dan lingkungan.
  • Video pendek (maks. 3 menit) tentang dampak globalisasi terhadap air dan solusi yang bisa dilakukan di lingkungan sekolah.

 

C. Presentasi dan Diskusi

Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan karya kreatifnya selama 5–7 menit. Setelah itu, lakukan sesi tanya jawab dengan kelompok lain untuk memperdalam pemahaman.

 

D. Refleksi Kelompok

Jawab bersama-sama:

  • Apa hal paling penting yang kalian pelajari dari tugas ini?
  • Bagaimana kalian merasa berkontribusi dalam kelompok?
  • Apa ide terbaik dari kelompok lain yang ingin kalian terapkan?