Aku hampir gila, kau tahu?
Dalam setiap senyum yang kupahat dari luka,
dari tawa yang kuguratkan meski hati kian merapuh,
aku berperang tanpa henti,
melawan hari yang tak lagi berpihak,
dibanting oleh waktu,
dibakar oleh keadaan yang tak berbelas kasih.
Mati-matian kuhias diri,
agar tampak bahagia, tampak utuh.
Padahal di dalam sini,
batin ini porak-poranda,
tersayat pelan oleh kenyataan,
dan tak ada yang tahu—mereka hanya melihat cangkangku,
mengira aku kuat,
padahal hampir retak,
seperti kaca tipis yang menggigil dalam badai.
Kau takkan pernah tahu,
bagaimana malam-malam kugigit bibir,
agar tangis tak pecah,
agar luka tak bocor ke dunia yang sudah terlalu penuh,
dengan kebohongan yang kugenggam erat di dada.
Aku hampir gila,
dihancurkan oleh harapan yang tak kunjung terbit,
oleh janji janji yang runtuh sebelum sempat kupegang.
Aku terbelenggu dalam bayangan diriku yang tak pernah cukup,
tak pernah sempurna.
Di balik senyum yang kau lihat,
ada hati yang teriris,
di balik tawa yang menggema,
ada jiwa yang nyaris hilang,
namun tetap,
aku berdiri,
berpura-pura,
menjaga dunia agar tak runtuh,
meski di dalam, aku hampir hilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar